Rabu 25 Jul 2012 15:31 WIB

Pemerintah akan Bebaskan Bea Impor Kedelai

Rep: Agus Raharjo / Red: Djibril Muhammad
  Para perajin tahu memusnahkan tahu-tahu di Lapangan Semanan, Kalideres, Jakarta Barat, Rabu (25/7). (Aditya Pradana Putra/Republika)
Para perajin tahu memusnahkan tahu-tahu di Lapangan Semanan, Kalideres, Jakarta Barat, Rabu (25/7). (Aditya Pradana Putra/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kondisi harga bahan baku tahu tempe yang dikeluhkan banyak industri, disebabkan karena harga kedelai dalam negeri lebih mahal dari luar negeri. Selain itu, keadaan kedelai di dalam negeri langka.

Diretorat jenderal Industri kecil menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, Euis Saedah, mengungkapkan, pemerintah akan menghapus biaya import untuk bahan baku tahu tempe dari luar negeri. Kebijakan itu, kata dia, diputuskan usai pertemuan dengan Menteri Perekonomian, Hatta Rajasa.

Artinya, tidak ada beban biaya bagi importir untuk mengimpor kedelai dari luar negeri. "Diputuskan bea masuk kedelai sebesar 5 persen dihapuskan," kata dia di Jakarta, Rabu (25/7)

Sebelumnya, pemerintah menurunkan bea masuk kedelai dari 10 persen menjadi 5 persen. Namun, kondisi industri tahu tempe saat ini sedang terguncang, pemerintah memutuskan untuk membebaskan biaya masuk kedelai.

Harga kedelai dalam negeri memang lebih mahal dibandingdengan kedelai luar negeri. Untuk harga kedelai dalam negeri, per kilo ada di kisaran harga Rp 10 ribu hingga Rp 11 ribu. Padahal, harga kedelai dari luar negeri hanya sekitar Rp 7 ribu per kilo.

Euis menambahkan, selama ini subsidi untuk harga kedelai dari pemerintah tidak dirasakan oleh industri kecil menengah. Hanya dirasakan oleh tingkatan industrilapisan atas. Selain itu, tambah Euis, Koperasi tingkat nasional belum sepenuhnya berperan sebagai pemasok bahan baku bagi IKM tahu tempe.

Soal kelangkaan bahan baku, kata Euis, bukan disebabkan karena adanya keruangan dari pihak importir atau pedagang. Lebih karena tidak berperan maksimalnya koperasi nasional untuk IKM.

"Kecurigaan tidak ke arah situ, tapi pada rantai penjualan yang tidak efisien," ungkapnya pada Republika soal kemungkinan ada penimbunan kedelai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement