REPUBLIKA.CO.ID,BANDA ACEH — Badan PBB yang mengurusi persoalan anak-anak, Unicef, menyatakan, banyak ditemukan kasus kekurangan gizi kronis (stunting) pada anak anak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jumlah penderita stunting ini mencapai 44 persen dari anak-anak di seluruh Aceh.
Keadaan kekurangan nutrisi yang sangat kronis ini, menurut Chief Field Office Unicef Aceh Zone, Abdulkadir Musse, banyak terjadi pada anak laki-laki. Ciri-cirinya bisa dilihat dari tinggi badan lebih rendah enam hingga 10 sentimeter di bawah standar. “Dari fisik terlihat seperti itu, dan kemudian juga berpengaruh pada perkembangan otaknya, yang lebih kecil dibandingkan dengan anak lain,” ujar Abdulkadir, di Aceh.
Tumbuh kembang anak-anak yang menderita stunting itu, menurut pihak Unicef, akan terhambat. Akibatnya, tingkat kecerdasannya dan imunitasnya saat dewasa juga lebih rendah dibandingkan yang lain. “Dan bayangkan saja, ada 44 persen anak-anak yang seperti itu di Aceh,” ujar Health Officer Unicef Aceh Zone, Dr Herdiana.
Penyebab stunting ini, menurut Herdiana, terjadi sejak anak tersebut masih di dalam kandungan. Para bayi yang kelak menderita kekurangan gizi, tidak mendapat kan gizi yang tepat untuk pertumbuhan janin. Hal ini ditambah lagi dengan kebiasaan sang ibu tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya. “Bayi memerlukan asupan gizi yang tepat agar tumbuh kembang nya maksimal,” katanya.
Pemberian asupan makanan yang salah juga menjadi penyebab mengapa banyak anak di daerah Aceh yang mengalami stunting. Misalnya, pemberian air putih dan air gula pada bayi yang berusia di bawah enam bulan. Bayi seumuran itu mestinya hanya mendapatkan asupan makanan dari ASI eksklusif.