REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG--Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai alat bukti yang diajukan oleh mantan Bupati Subang Eep Hidayat dalam permohonan Peninjauan Kembali (PK) tidak termasuk bukti baru atau novum yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam persidangan dengan agenda tanggapan JPU di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung, Selasa, tim JPU yang diketuai Rahman Firdaus menyatakan novum sesuai dengan pasal 263 ayat 2 huruf a adalah barang bukti yang apabila diketahui ketika sidang berlangsung bisa menghasilkan putusan bebas, lepas dari segala tuntutan jaksa penuntut umum, atau menyebabkan pidana yang lebih ringan.
Menurut JPU, novum harus merupakan bukti atau keadaan sebenarnya yang sudah ada ketika tindak pidana terjadi namun tidak dihadapkan pada persidangan.
"Bukti PK yang diajukan pemohon tidak termasuk pengertian novum karena surat Kementerian Dalam Negeri No 973 tertanggal 3 April 2012 tentang penjelasan biaya pungutan Pajak Bumi dan Bangunan adalah surat bukti atau keadaan yang baru ada setelah kejadian perkara," kata JPU Ahmad Yohana.
Surat tersebut, lanjut dia, bahkan baru ada setelah putusan kasasi tertanggal 21 Februari 2012 yang menjatuhkan hukuman lima tahun penjara, denda Rp200 juta, dan uang pengganti Rp2,548 miliar kepada Eep Hidayat.
Substansi surat tersebut, kata JPU, sebenarnya juga sudah terungkap dalam persidangan dan karena itu bukan merupakan bukti baru.
Berbagai surat lain yang diajukan Eep dalam permohonan PK termasuk 39 surat keputusan menteri keuangan dan menteri dalam negeri, menurut JPU, juga tidak termasuk bukti baru karena sudah pernah terungkap dalam persidangan.
"Tidak bisa dikategorikan novum karena materi sudah terungkap dalam persidangan dan bahkan sudah termuat dalam pledoi dan kontra kasasi," ujarnya.
JPU dalam tanggapannya juga menyatakan tidak ada kekeliruan atau kekhilafan nyata yang dilakukan oleh majelis hakim kasasi yang seluruhnya mengadopsi pendapat JPU dalam memori kasasi.
JPU tetap berkeyakinan pertimbangan majelis hakim kasasi sudah tepat dan benar karena menganggap BP PBB yang dibagikan sebagai insentif adalah penghasilan tambahan bagi pegawai negeri sipil.
JPU juga berpendapat BP PBB tidak boleh dibagi habis sebagai insentif dan seharusnya digunakan untuk operasional serta sarana dan prasarana pemungutan PBB.
Dalam kesimpulan tanggapan, JPU meminta agar majelis hakim Mahkamah Agung yang menangani perkara PK menolak permohonan Eep Hidayat dan menyatakan putusan kasasi tetap berlaku.