Sabtu 14 Jul 2012 17:53 WIB

Hatta: Pembangunan Selat Sunda tak Gunakan APBN

Rep: m iqbal/ Red: Taufik Rachman
Hatta Radjasa
Foto: Antara
Hatta Radjasa

REPUBLIKA.CO.ID,PEKANBARU -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan, setelah melewati proses analisis selama dua tahun, pemerintah berkesimpulan, pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) tidak mungkin dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Secara keekonomian, tidak worth it (sebanding)," kata Hatta kepada wartawan seusai menjadi pembicara dalam Konferensi CEO Media, Rapat Kerja Nasional dan SPS Awards 2012 yang dihelat oleh Serikat Perusahaan Pers di Pekanbaru, Sabtu (14/7).

Oleh karena itu, kata Hatta, desainnya berubah menjadi kawasan JSS. Tujuannya adalah membangunan pusat pertumbuhan ekonomi di dua provinsi terkait yaitu Provinsi Banten dan Lampung. "JSS menjadi bagian dari sebuah kawasan pertumbuhan yang menghubungkan dua daerah itu," kata dia.

Selain itu, alasan tidak digunakannya APBN terkait dengan masih banyak daerah yang infrastrukturnya membutuhkan pembangunan. Hatta mencontohkan misalnya Provinsi Riau, membutuhkan dana untuk memperbaiki jembatan maupun jalan. "Proyek ini membutuhkan dana besar. Kira-kira Rp 150 hingga Rp 200 triliun," ungkapnya.

Oleh sebab itu, Hatta menegaskan proyek ini sejak awal tidak didesain menggunakan APBN. Terkait pertanyaan sebagian besar kalangan, apakah dengan tidak digunakannya APBN, maka pihak yang melakukan studi kelayakan akan langsung ditunjuk sebagai pelaksana proyek, Hatta menyebut tidak.

Hatta menjelaskan, inisiator proyek ini adalah Banten dan Lampung. Oleh karena itu, pihaknya mempersilakan Banten dan Lampung membentuk konsorsium dengan pihak manapun yang cocok.

Kemudian, kata Hatta, inisiator akan mendapat privelege (keistimewaan) sesuai Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

Ketentuannya adalah jika selisih yang ditenderkan masih 10 persen, maka inisiator yang akan menang. "Namun jika selisihnya di atas 10 persen, maka inisiator memilik hak right to match, hak untuk menyamai dari pihak yang menawar," kata Hatta.

Jika pihak lain yang memenangi tender, kata Hatta, pihak yang menang harus mengganti biaya studi kelayakannya. Hal tersebut disebabkan, studi kelayakan dibiayai oleh inisiator.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement