REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas Perlindungan TKI-WNI di Luar Negeri mengunjungi sejumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) dan warga negara Indonesia (WNI) yang bermasalah. Mereka saat ini mendekam di penjara di Hongkong, Makau, dan Guangzhou, Cina pada 19-23 Juni.
Siaran pers Satgas yang diterima di Jakarta, Selasa, menyebutkan, setidaknya terdapat 124 TKI/WNI yang saat ini berada di dalam penjara di Hongkong dan Makau. Pelanggaran kasus yang menjerat 124 TKI/WNI ke dalam penjara adalah hukum pencurian (36 orang), izin tempat tinggal (42 orang), narkoba (33 orang), pemalsuan dokumen (empat orang), melebihi masa tinggal (lima orang), dan pelanggaran hukum lainnya (empat orang).
Tim Satgas yang bertolak ke Hongkong dan Makau, terdiri atas Ishak Alpharis, Jamaludin, Anang Rikza Masyhadi, dan Agus Dwi Handoko. Satgas juga berhasil mempertemukan anak dari Nur Bidayati, WNI yang terancam hukuman mati, bernama Azis dengan sang ibu beberapa waktu lalu.
Nur Bidayati adalah TKW asal Wonosobo, Jawa Tengah. Ia divonis hukuman mati oleh Pengadilan Guangzhou akibat tertangkap tangan membawa narkoba jenis heroin sebanyak sekitar 1 kilogram pada Desember 2008. Selain itu Satgas juga mengunjungi penampungan TKI bermasalah yang dikelola Koalisi Tenaga Kerja Indonesia Hongkong (KOTKIHO) di Hongkong.
Satgas mengadakan dialog dengan TKI yang berada di penampungan tersebut mengenai ancaman hukuman mati terhadap TKI, bahaya narkoba, dan proses pengiriman TKI secara legal dan aman. Satgas juga melakukan pertemuan dan dialog dengan 16 WNI yang menjadi tahanan di penjara Guangzhou terkait proses hukum mereka.
Selama rangkaian kunjungan Satgas juga bertemu dengan Majelis Sholawat Wad Da'wah Thoriqul Jannah, suatu organisasi yang dibentuk TKI di Hongkong yang berbasis keagamaan. Mereka mengeluhkan minimnya sosialisasi dari pemerintah dan mengharapkan adanya sikap yang lebih pro aktif dalam melakukan pembelaan.