Jumat 06 Jul 2012 12:36 WIB

Laju Sedimentasi Ancam Waduk di Indonesia

Waduk, ilustrasi
Waduk, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laju sedimentasi kini menjadi ancaman bagi seluruh waduk di Indonesia. Jika masalah ini tidak dibenahi secara komprehensif hulu-hilir, maka bisa terjadi krisis air baku dan energi listrik yang bersumber pada pembangkit listrik tenaga air (PLTA) akan semakin tinggi.

Direktur Penatagunaan Sumber Daya Air (SDA), Ditjen SDA, Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen-PU), Arie Setiadi Moerwanto, kemarin, mengatakan, kerugian laju sedimentasi pada 284 bendungan besar (257 milik Kementerian PU) dan daya tampung air 12,4 miliar meter kubik, saat ini sudah mencapai 84 juta dolar AS per tahun. Hitungan itu akibat tak terpakainya air untuk energi listrik dan 2 juta dolar AS untuk pasokan air baku dan irigasi.

"Laju sedimentasi pada hampir sebagian besar waduk di Indonesia itu karena tren kerusakan lingkungan tak terkendali dan hal itu ditandai dengan makin bertambahnya Daerah Alirah Sungai (DAS). DAS kritis setiap tahun jumlahnya bertambah," katanya.

Ia hanya menyebut, untuk di Pulau Jawa, laju sedimentasi per tahun pada seluruh waduk yang ada sebesar 70 juta meter kubik. Dikatakannya, persoalan kerusakan lingkungan, sebenarnya bukan domain Kementerian PU, tetapi ada sektor lain. "Dari sisi pekerjaan, kami hanya bertanggung jawab di hilir seperti pemeliharaan waduk dan pengendaliannya, tetapi jika DAS-nya krisis karena hutan-hutan mulai gundul, maka sedimentasi tak mungkin kami hindari di waduk," katanya.

Untuk itu, tegasnya, diperlukan upaya bersama agar, persoalan dan ancaman krisis air ini, benar-benar serius ditangani. "Jangan hanya di hilir, tetapi hulunya tak terkendali kerusakannya," katanya.

Menyinggung kondisi dan elevasi air waduk utama di Indonesia seperti Waduk Djuanda di Bendungan Jatiluhur, Jawa Barat, Arie mengakui bahwa dari 10 waduk utama di Indonesia itu, hingga 30 Juni ini, rata-rata elevasi air mukanya sudah mengalami deviasi (minus) dari terhadap kondisi normal atau rencana.

Dia memberikan contoh, untuk Waduk Djuanda, volume rencana airnya pada 2012 adalah 1.093,23 juta meter kubik, tetapi deviasinya mencapai minus 116,21 terhadap kondisi normal. "Kondisi deviasi minus juga terjadi pada Waduk Sermo (-2,60), Waduk Sutami-Lahor (-1,61), Waduk Bening (-0,72) dan Waduk Wonorejo (-2,16)," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement