Rabu 04 Jul 2012 19:53 WIB

'Pemerintah tak Pernah Libatkan Petani Tembakau'

Rep: Ahmad Reza Safitri/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Pekerja menata daun tembakau sebelum dikeringkan di Klaten, Jawa Tengah.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pekerja menata daun tembakau sebelum dikeringkan di Klaten, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), mengatakan tak pernah diberi ruang bicara terkait Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengamanan Bahan Zat Adikitif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Padahal, proses penandatanganan aturan tersebut terus berjalan dan berdampak kepada mereka.

Tidak didengarkannya suara para petani tembakau, kata Ketua APTI, Nurtantio Wisnu Brata, adalah bentuk ketidakpedulian pemerintah atas keberadaan 2,1 juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkeh dan 600 ribu buruh pabrik rokok. "Itu belum termasuk pengrajin, pedagang, periklanan, serta percetakan yang mencapai 30 juta orang," ujarnya dalam acara jumpa pers Petani Tembakau Menolak RPP Tembakau, di Jakarta, Rabu (4/7).

Padahal, lanjut dia, penolakan tersebut bukan hanya mempertimbangkan kepentingan ekonomi, melainkan demi kedaulatan negara, harga diri petani, dan kemandirian bangsa.

Pemerintah, kata Ketua APTI Jawa Timur, Amin Subarkah, seharusnya meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Sebab, aturan tersebut merugikan mata rantai industri rokok nasional. Namun, sambung dia, pasal-pasal dalam FCTC itu malah diselundupkan dalam RPP. "Artinya bangsa kita mau ditelikung dan dibodohi dengan RPP," kata Amin.

Sementara itu, Pimpinan Kolektif APTI DPD NTB, Abdul Karim, menolak anggapan bahwa pemerintah mengklaim telah melibatkan petani tembakau dalam pembahasan draf RPP. Menurut dia, pelibatan tersebut hanya kepada oknum yang direkayasa.

Selain itu, kata dia, jika oknum tersebut mengatasnamakan pimpinan petani tembakau, maka pihaknya menganggap orang tersebut tidak amanah dan melanggar prosedur organisasi. "Itu ulah oknum yang direkayasa saja," ujar Karim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement