REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Bahasa Melayu, Yusmar Yusuf menilai, gagasan Bahasa Melayu diajukan menjadi bahasa internasional adalah sah-sah saja. Namun, menurutnya, Bahasa Melayu bisa rusak karena akan dikeroyok dalam skala yang lebih besar.
"Sekarang kita bertanya, sudah siapkan kita dengan instrumen penakluk untuk mendakwahkan Bahasa Melayu sebagai bahasa dunia? Tiadanya lembaga kebudayaan seperti Goethe Institut, Erasmus Huis, Centre Culturel France, dalam versi Melayu, akan menggamangkan Bahasa Melayu untuk disandingkan dengan bahasa-bahasa dunia yang tinggi dan kuat itu," katanya.
Guru Besar Kajian Masyarakat Melayu Universitas Riau di Jakarta, Rabu (4/7) mengatakan, Kamus Bahasa Melayu atau Indonesia baru memuat 98 ribu kata (lema). "Bandingkan dengan Bahasa Inggris, Prancis dan Jerman yang dalam kamus mereka, tersedia lebih dari satu juta lema," imbuhnya.
Ia lebih percaya pada bagaimana memperkuat Bahasa Melayu ke dalam lingkungan ASEAN ketimbang bahasa PBB. Apalagi Bahasa Melayu telah digunakan juga di Malaysia, Singapura, Brunei, bahkan Thailand Selatan.
Yusmar menjadi salah satu pembicara pada Seminar 'Dari Rio untuk Riau: Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ekonomi Hijau, Sosial dan Budaya' yang digelar Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), di Pekanbaru, akhir pekan lalu. Seminar itu mengangkat topik 'Revitalisasi Bahasa Melayu sebagai Bahasa Internasional'.