Senin 02 Jul 2012 16:04 WIB

Ulama se-Indonesia Sepakat Aset Hasil Korupsi Dirampas Negara

Mural anti korupsi
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Mural anti korupsi

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA - Ratusan ulama se-Indonesia memutuskan dalam sidang pleno sekaligus penutupan Ijtima Ulama ke-IV di Pondok Pesantren Cipasung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Ahad (1/7) malam, menyepakati aset milik koruptor dari hasil korupsi dapat dirampas oleh negara dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat.

"Masalah perampasan aset koruptor, peserta ijtima sepakat, aset koruptor yang terbukti secara hukum hasil korupsi harus diambil oleh negara dan diperuntukan untuk kemaslahatan umum," kata Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asrorun Niam.

    

Perampasan aset koruptor tu, kata Asrorun, jika terbukti secara hukum merupakan bersumber dari hasil perbuatan korupsi oleh orang yang bersangkutan. Kecuali aset atau harta milik koruptor murni bukan dari hasil korupsi dan mendapatkan putusan hukum, kata Asrorun, negara tidak boleh mengambilnya.

     

"Aset koruptor terbukti milik koruptor secara sah seperti memperoleh dari warisan, hakekatnya milik dia dan tidak dirampas," katanya.

    

Namun ketika aset koruptor tidak terbukti secara hukum sebagai hasil korupsi, tetapi koruptor tidak dapat membuktikan legalitasnya bukan hasil korupsi, kata Asrorun berdasarkan kesepakatan dan kajian para ulama, negara berhak mengambilnya.

    

"Aset itu tidak terbukti secara hukum hasil korupsi, tetapi yang bersangkutan tidak mampu membuktikan legal, maka itu juga dirampas," jelas Asrorun.

    

Ulama yang tergabung dalam komisi B berjumlah sekitar 200 orang, bukan hanya membahas masalah perampasan aset koruptor, tetapi membahas juga masalah pencucian uang. Hasil diskusi para ulama itu, sepakat bahwa pencucian uang harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku, karena sudah masuk hukum pidana, tentang penipuan dan penggelapan.

     

"Poin yang berikut tindak pidana pencucian uang, dari sekian materi yang dibahas, diantaranya pencucian uang, itu adalah penipuan juga penggelapan masuk kategori tindak pidana," kata Asrorun.

    

Sementara Ijtima ulama itu diselenggarakan mulai, Jumat (29/6) yang dibuka langsung oleh Wakil Presiden Indonesia, Boediono dihadiri para pimpinan MUI dan da Menteri Agama Suryadharma Ali. Hasil keputusan ijtima ulama itu, selanjutnya akan diserahkan kepada kepala negara dan DPR RI.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement