Sabtu 30 Jun 2012 20:31 WIB

DPR Didesak Bentuk UU Pengelolaan Dana Asing

Rep: Adi Wicaksono/ Red: Chairul Akhmad
Sidang Paripurna DPR-RI di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta.
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Sidang Paripurna DPR-RI di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI didesak untuk membuat undang-undang tentang pengelolaan dana asing yang masuk ke lembaga-lembaga negara, khususnya institusi penegak hukum.

Kucuran dana dari luar negeri semestinya tidak diterima secara langsung oleh institusi yang bersangkutan.

“Bantuan dana asing dapat mengganggu independensi aparat penegak hukum,” kata pegiat antikorupsi dari Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Adhie Massardi, dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (30/6).

Ia mencontohkan, Polri menerima bantuan langsung dari Amerika Serikat dan Australia. Ia juga menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mendapat kucuran dana dari Bank Dunia. “Ini menjadi kontraproduktif, karena aparat seakan menjadi centeng-centeng bayaran,” tegasnya.

Menurut Adhie, semestinya ada undang-undang yang mengatur dana bantuan dari luar negeri diterima dan dikelola oleh pemerintah. Dari pemerintah, dana tersebut baru disalurkan ke lembaga-lembaga negara.

“Dengan mekanisme seperti itu, independensi lembaga bisa terjaga karena hanya mendapat dana dari pemerintah. Jadi, mereka lebih bisa mengabdi kepada rakyat,” pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement