Senin 25 Jun 2012 11:25 WIB

Termakan Isu Tsunami, Warga Maluku Bangun Rumah Darurat di Gunung

Alat peringatan dini tsunami (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Alat peringatan dini tsunami (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Isu akan gelombang pasang (tsunami) yang akan melanda Pulau Saparua dan Nusalaut, Maluku, pada 25-26 Juni 2012 meresahkan warga setempat. Akibatnya, sebagaian warga nekat  membangun rumah darurat di daerah pegunungan.

"Memang guncangan gempa tektonik sejak awal Juni 2012 tidak lagi terasa, namun isu akan ada tsunami masih terus beredar hingga mengakibatkan masyarakat resah sehingga ada yang membangun rumah darurat di pegunungan," kata salah seorang warga Desa Sirisori Amalatu, Yani Seipatirattuw.

Isu tsunami ini terkait dengan sebaran pesan singkat (sms) bahwa akan terjadi patahan besar akibat munculnya gunung api baru di laut perbatasan pulau Nusalaut dan Desa Ouw, Pulau Saparua. "Akibatnya masyarakat memutuskan untuk menyelamatkan diri ke hutan," ujar Yani.

Namun hal berbeda diutarakan Kepala Desa Leinitu, Pulau Nusalaut, Decky Tanasale yang wilayahnya terjadi retakan tanah. Ia menyatakan telah menyosialisasikan pantauan seismograf Stasiun Geofisika Ambon kepada masyarakat soal guncangan gempa melanda daerah tersebut sejak awal Juni 2012.

"Warga di Leinitu tidak lagi resah setelah dijelaskan hasil pantauan seismograf yang saya saksikan di kantor Stasiun Geofisika Ambon pekan lalu sehingga tidak membangun rumah darurat di kawasan pegunungan sebagaimana warga desa tetangga," ujarnya.

Kadis Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Maluku, Bram Tomasoa dan staf Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ronny Tomasoa telah melakukan penelitian di Leinitu pada 20 Juni 2012, sekaligus melakukan sosialisasi sehingga masyarakat jangan terprovokasi isu - isu menyesatkan.

Bram Tomasoa mengakui telah meninjau terjadinya amblasan (penurunan tanah) di desa Leinitu berukuran 2 X 3 meter akibat gempa menguncang pulau Nusalaut sejak 1 Juni 2012.

"Itu bukan patahan sebagaimana isu berkembang karena sebenarnya yang terjadi adalah amblasan yang wajar dengan tekstur tanah di bawahnya batu karang," katanya.

Dengan demikian terjadi pelarutan sehingga bila guncangan gempa tektonik, maka pasti terjadi amblasan. Apalagi Provinsi Maluku merupakan pertemuan tiga lempeng besar yakni Pasifik, Indo Australia dan Eurasia.

Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu menyesalkan beredarnya isu menyesatkan soal ancaman tsunami di pulau Saparua maupun Nusalaut yang tidak bertanggung jawab.

"Itu provakasi yang tidak benar karena penelitian tim ternyata patahan yang di Desa Leinitu itu sebenarnya amblasan (penurunan tanah) saja yang secara geologi biasanya terjadi karena pengaruh tekstur tanah," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement