REPUBLIKA.CO.ID, Seni batik di daerah pantai dianggap lebih cepat berkembang dan bersifat modern sebagai akibat dari interaksi etnis yang lebih tinggi dibanding daerah non pesisir. Dan sebagaimana aktivitas perdagangan lintas etnis yang terus meningkat, dakwah Islam pun masuk ke Indonesia dari para pedagang Arab, Gujarat, dan Persia saat itu.
Selain mempengaruhi masyarakatnya, Islam juga memberikan pengaruh bagi batik di Pulau Jawa. Motif bernuansa keislaman diantaranya terlihat pada batik Indramayu, seperti bentuk segi enam pada motif si juring yang diyakini mendapat pengaruh dari Arab. contoh lainnya adalah batik Rifa’iyah di Pekalongan yang akan dibahas tersendiri.
Seiring perkembangannya, batik lalu tidak sebatas menjadi pemenuhan masyarakat terhadap kebutuhan sandang. Tokoh-tokoh pedagang Muslim menjadikannya alat perjuangan ekonomi dalam melawan perekonomian Belanda.
Pada dekade awal abad ke-20, berdagang batik merupakan profesi wirausaha yang cukup menggejala di masyarakat. Seperti dijelaskan M. Nasruddin Anshoriy Ch (2010) dalam Matahari Pembaruan, Rekam Jejak KH. Ahmad Dahlan, tokoh pendiri Muhammadiyah tersebut, seperti juga ulama-ulama lainnya, berdagang batik di tengah aktivitas dakwahnya pada masa tersebut.
Tahun 1909, seorang mantan pegawai dinas pemerintahan yang menjadi wartawan, Raden Mas Tirtoadisuryo (1880-1918) mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di lingkungan pedagang batik di Jakarta. Lalu pada 1910, ia mendirikan organisasi serupa di Buitenzorg (Bogor). Keduanya dimaksudkan untuk membantu pedagang-pedagang Indonesia.
Setahun kemudian, Tirtoadisuryo mendorong seorang pedagang batik yang berhasil di Surakarta, Haji Samanhudi (1868-1956) untuk mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI) sebagai suatu koperasi bagi pedagang batik Jawa. SDI kemudian berdiri di lingkungan pedagang batik di Laweyan, Surakarta, disusul cabang-cabang lainnya di berbagai daerah (Merle Calvin Ricklefs [2005] dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004).
Dalam buku Pengetahuan Sosial Sejarah 2 dijelaskan, keberadaan sarekat dagang pada waktu itu bertujuan membela kepentingan para pedagang batik Indonesia dari ancaman pedagang Cina yang juga berkembang di Indonesia kala itu. Namun kemudian kegiatan SDI meluas, menjadi gerakan yang melawan semua bentuk ketidakadilan yang menimpa rakyat Indonesia. Gerakan tersebut lalu menjadi Sarekat Islam (SI) yang dipimpin Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto (1882-1934).