REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -— Tahun ini, untuk memenuhi berbagai kebutuhan hari besar keagamaan nasional seperti puasa, lebaran, natal dan tahun baru Jabar masih kekurangan daging sapi sebanyak 5.000 ton atau setara dengan 26.197 kilogram (kg). Menurut Kepala Dinas Peternakan Jawa Barat Koesmayadi Tatang Padmadinata, untuk memenuhi kebutuhan ini, Jabar akan menutupinya melalui pasokan sapi dari delapan provinsi lain. Jadi, tak akan mengandalkan sapi impor.
“Saya sudah bicara dengan pemasok sapi lokal mereka bilang siap memenuhi 5.000 ton tersebut,” ujar Koesmayadi, Jumat (8/6). Menurut Koemayadi, kesiapan pemasok sapi lokal tersebut harus ditopang oleh distribusi yang lancar. Karena, masalah distribusi ini kerap dikeluhkan oleh peternak.
Koesmayadi menilai, kalau kekurangan daging sapi itu diatasi dengan kebijakan impor, maka jalan keluar tersebut terlalu linear. Pasalnya, kalaupun para pemasok dari wilayah lain tidak sanggup memenuhi kebutuhan Jabar, Dinas Peternakan Jabar masih memiliki kelebihan daging ayam yang surplus mencapai angka 341 ribu ton. “Kekurangan daging sapi iya, tapi kelebihan ayam itu bisa menggantikan,” tegas Koesmayadi.
Menurut Koesmayadi, konsumen di Jabar sudah bisa cerdas mensubtitusi daging sapi ke ayam jika ada kekurangan di pasar. Menanggapi soal kebijakan pemerintah untuk mengimpor daging sapi, Koesmayadi mengatakan, Ia tidak memiliki kewenangan untuk menolak kebijakan impor tersebut. Ia, hanya bisa memastikan kalau stok daging sapi di Jabar tak memerlukan tambahan daging impor. “Bukan kewenangan kami menolak impor karena itu sudah sistem perdagangan,” kata Koesmayadi.
Data Disnak Jabar mencatat konsumsi daging sapi dan kerbau di Jabar mencapai 24,40 persen. Angka ini, masih kecil dibanding unggas yang mencapai 74,10 persen. Selama ini, kata Koesmayadi, yang diuntungkan oleh kenaikan harga daging sapi bukan lah peternak, melainkan para pedagang. “Sampai sekarang kalau ada kenaikan, nilai tukar peternak tidak ikut naik,” imbuh Koesmayadi.