REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Setidaknya ada tiga produk hukum ketatanegaraan yang rawan digugat ke Mahkamah Konstitusi setelah lembaga itu mengeluarkan putusan yang membatalkan penjelasan Pasal 10 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008. "Setidaknya ada tiga produk hukum ketatanegaraan yang rawan digugat," kata pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin dalam diskusi di gedung DPR Senayan Jakarta, Jumat.
Diskusi yang mengambil tema "Belajar dari Keputusan MKRI Soal Wakil Menteri" juga menghadirkan pembicara anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Martin Hutabarat dan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) AW Thalib.
Irmanputra menjelaskan, salah satu dari tiga produk hukum ketatanegaraan yang paling rawan adalah undang-undang yang mengatur soal kewenangan Kementerian ?Sekretaris Kabinet (Sesneg) dan keberadaan Sekretariat Negara (Sekneg).
Menurut Irman, setelah terjadi amendemen atas UUD Negara 1945, Presiden bukan lagi kepala negara, tetapi berperan sebagai kepala pemerintahan. Dengan demikian, katanya, muncul pertanyaan apakah masih diperlukan kedua instansi itu mengingat yang ada saat ini adalah Presiden sebagai kepala pemerintahan.
Irmanputra menyarankan kedua instansi itu sebaiknya dilebur saja dengan nama baru agar tidak terjadi kerancuan atas keberadaan instansi itu.
Menurut Irmanputra, produk undang-undang yang rawan lainnya untuk digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) adalah UU Keamanan Nasional (Kamnas). Produk hukum itu pada dasarnya mengandung unsur pertahanan dan keamanan.
Sedangkan sejak era reformasi telah terjadi pemisahaan kewenangan dimana kepolisian lebih berperan untuk keamanan negara dan tentara untuk pertahanan negara.
Irman menilai pihak kepolisian tidak dilibatkan secara penuh dalam pembuatan undang-undang tersebut sehingga potensi untuk konflik kewenangannya sangat terbuka. Belum lagi persoalan substansi undang-undang itu yang juga rawan untuk digugat karena proses pembuatannya.
Sedangkan undang-undang lainnya yang juga dinilai rawan gugatan adalah soal pengangkatan wakil kepala daerah. Namun demikian Irman tidak merinci keterangannya dari sisi mananya posisi wakil gubernur rawan digugat.
"Rawannya produk hukum itu adalah akibat kurangnya pemahanan pembuat undang-undang setelah terjadi beberapa kali amendemen UUD Dasar Negara 1945," kata Irmanputra.
Sementara anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP), AW Thalib berpendapat, bila posisi wakil kepala daerah diisi oleh pejabat karir dikhawatirkan akan bernasib sama dengan nasib wakil menteri (wamen). "Ini akan menjadi perdebatan dan dikhawatirkan akan senasib dengan kedudukan wamen yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi," kata Thalib menjelaskan.