REPUBLIKA.CO.ID, MARGAHAYU-- Bekasi harus segera berbanah. Predikat kota terkotor menjadi teguran keras.
"Self belonging warga terhadap Kota Bekasi kurang. Akibatnya mereka seenaknya saja buang sampah. Padahal sampah yang menumpuk akan menjadi sumber bencana dan penyakit. Masyarakat harus peduli. Percuma kalau pemerintah maksimal, warganya cuek. Perubahan sikap dan prilaku menjadi kunci utama. Pemerintah dan semua stakeholder harus berubah," kata Kepala BPLHD Kota Bekasi, Dadang Hidayat.
Dadang memperkirakan, jebloknya penilaian dikarenakan pengelolaan sampah yang kurang maksimal. Apalagi kapasitas TPA Sumur Batu telah mencapai batas. Pemaksaan kapasitas, dikhawatirkan berakibat fatal. Longsoran sampah sempat terjadi Mei lalu dan menelan seorang korban jiwa.
"Saya belum lihat bagaimana nilai akhir (P2). Hal itu baru perkiraan. Karena kalau penghijauan, sudah kita lakukan. Sebetulnya kita sudah dapat peringatan sejak P1," kata Dadang.
Pada penilaian pertama (P1), Kota Bekasi mendapat nilai 63,25. Nilai ini menempatkan Bekasi pada peringkat 14 dari seluruh kota metropolitan.
"Kita sebetulnya sudah bekerja keras. Tapi ternyata belum cukup. Harus dimaksimalkan. Kota Bekasi harus berbenah," ujar Dadang. Terkait gagalnya Kota Bekasi meraih Adipura, Kepala Dinas Kebersihan Junaedi belum bersedia dikonfirmasi.
Sampah masih menjadi masalah klasik. Keberadaanya berbanding lurus dengan pertambahan jumlah penduduk. Perbaikan ekonomi juga berperan dalam meningkatkan volume sampah.
Kota Bekasi menghasilkan 500 ton sampah setiap harinya. Dari jumlah itu hanya 46 persen yang berhasil diangkut ke TPA Sumur Batu. Selebihnya tercecer di tempat pembuangan liar.