REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menilai usulan pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu presiden tidak ideal. Karenanya, usulan itu dipandanganya tak perlu masuk dalam perubahan UU Nomor 42/2008 tentang Pilpres.
Sekjen PPP, M Romahurmuziy (Romi) menjelaskan, usulan itu memang akan menghukum partai yang lalai menjalankan fungsi aspirasinya selama lima tahun sebelumnya.
‘’Pada saat yang sama dia juga menggunakan perolehan partai yang mungkin sudah tidak dia pilih lagi sebagai tiket pencapresan,’’ katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (5/6).
Sebagai contoh, kata dia, partai X menang pemilu pada 2009. Namun selama 2009-2014 dia abai dengan aspirasi rakyat sehingga elektabilitas pastai X turun jauh. Jika pemilu dilakukan serentak, maka yang akan dihitung sebagai syarat pencapresan yaitu perolehan partai X di 2009.
Merujuk pada UU 42/2008, maka harus ada ambang batas bagi partai untuk dapat mengajukan capres. Yaitu, besaran perolehan kursi di pileg. Ia memandang batasan ini penting. Karena tidak mungkin sebuah partai politik yang sama sekali tidak ada dukungan elektabilitasnya kemudian dapat asal mencalonkan siapapun.
Kalau melakukan pemilu serentak, maka acuan batas ini menjadi sulit. Apalagi kalau menggunakan acuan hasil pemilu lima tahun sebelumnya.
‘’Ini tentu tidak fair. Padahal situasinya orang sudah tidak memilih partai X lagi pada 2014. Dasar persentasenya atas pemilu kapan? Kalau serentak kan harus pakai hasil pemilu lima tahun silam,’’ ujar Ketua Komisi IV DPR tersebut.