REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Bio Farma bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memfasilitasi penyelenggaraan Pertemuan Imunisasi Nasional pada tanggal 30-31 Mei 2012 di Hotel Meritus Surabaya.
Pertemuan itu dibuka oleh Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, selaku Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), yang dihadiri oleh 120 Kepala Dinas dan Kepala Bidang yang membawahi program imunisasi dari seluruh Indonesia.
Kegiatan ini merupakan program tahunan untuk menyajikan dan membahas berbagai materi yang terkait dengan kebijakan program imunisasi, serta untuk mendukung pencapaian cakupan imunisasi.
Tahun 2012 menjadi pencanangan pertama kalinya pemberian sertifikat untuk setiap tenaga kesehatan, khususnya bidan dan sebagai langkah awal, pemberian sertifikat ini akan diberikan kepada akademi kebidanan. Nantinya, sertifikat ini akan menjadi dasar hukum dan syarat kompetensi untuk melakukan imunisasi.
Dalam sambutannya Tjandra Yoga menyampaikan tantangan-tantanagan pelaksanaan imunisasi yang ada saat ini, seperti masalah data dan logistik, sarana rantai dingin vaksin (cold chains system), serta adanya penolakan dari kelompok tertentu dalam bentuk black campaign yang dewasa ini semakin gencar.
Perbedaan yang signifikan dari pertemuan tahun 2011 yang lalu,adalah dengan hadirnya DR. Amirsyah Tambunan selaku narasumber dari MUI Pusat yang memberikan materi mengenai imunisasi dari sudut pandang agama Islam. Amir menambahkan pentingnya imunisasi dilatarbelakangi oleh mobilitas manusia yang semakin hari semakin cepat.
“Kita bisa melihat perpindahan manusia dari satu kota ke kota lain, atau negara ke negara lain terjadi begitu cepat, sehingga diperlukan berbagai tindakan pencegahan (prevention) dan perlindungan dalam bentuk pemberian vaksin,” ungkap Amin.
Menurut Kepala Divisi Penjualan Dalam Negeri, PT Bio Farma (Persero), Efrizon, dengan pertemuan ini diharapkan akan terjalin koordinasi antara Bio Farma dengan dinas kesehatan provinsi, “agar ada upaya untuk mengantisipasi berbagai kebutuhan pasokan logistik vaksin, alokasi penyerapan vaksin dari setiap provinsi untuk tahun berjalan dan diharapkan dapat mengetahui informasi lebih dini mengenai kebijakan Kementerian Kesehatan terkait dengan program imunisasi nasional”.
Sementara itu, Prof DR Ismoedijanto dari IDAI Pusat menambahkan bahwa pencegahan umum seperti pemberian ASI, perbaikan gizi, pemberian makanan atau minuman suplemen serta menjaga sanitasi belum mampu melindungi dan belum cukup ampuh untuk menghalau bakteri atau virus berbahaya dalam jumlah yang banyak.
Hal ini dapat dibuktikan sejak tahun 1950an sampai sekarang, masih digunakannya vaksin di 194 negara, meskipum negara-negara tersebut memiliki asupan dan pemberian gizi yang baik. (adv)