REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Masjid Indonesia (DMI) bertekad menjadikan masjid laiknya pesantren. Penataan di bidang dakwah, isu kemasyarakatan, dan loyalitas jamaah diperbaiki dalam sebuah program kurikulum khusus, sehingga masjid bermanfaat di segala bidang.
"DMI harus bermanfaat bagi umat di seluruh bidang. Sama dengan dakwahnya, masjid bisa menjadi pesantren besar yang ada kurikulumnya. Kita menjual program untuk menjalin kerjasama dengan semua pihak," ungkap Ketua Umum DMI Periode 2012-2017, Jusuf Kalla saat rapat perdana di Masjid Istiqlal, Senin (4/6).
Langkah pertama JK mewujudkan programnya penuh efisiensi, yakni melalui sensus masjid. Sehingga, kepengurusannya bisa mengetahui jumlah persis masjid-masjid di Indonesia yang diperkirakan ada sekitar 800 ribu bangunan. Rata-rata pengunjungnya per tahun pun sekitar 350 ribu orang dalam satu masjid.
Sensus itu dirasakan JK juga bermanfaat untuk inventarisasi masjid, dimulai dengan mengoreksi semua kesalahan teknis yang sering ditemui saat ibadah berlangsung di masjid. Mulai tata suara dan kaca, hingga kesalahan penentuan arah kiblat.
Lantaran banyak masjid di Indonesia, ungkap JK, kiblatnya mengarah ke Afrika. "Karena kerja lebih cepat dengan mengoreksi dahulu. Kita mulai dari sarana fisik masjid. Tidak usah terlalu mengharapkan anggaran dari pihak lain, apalagi APBD," kata mantan wakil presiden tersebut.
JK juga berjanji bakal memperbanyak pelatihan-pelatihan ke takmir masjid dengan pengajaran serta menambah perlengkapan Global Positioning System dan sistem verifikasi. Kemudian mencari masjid-masjid unggulan agar ditiru pengelolaannya oleh masjid lain. Mulai manajemen pengaturan perpustakaan, dakwah sampai keuangan.
"DMI tak terlibat dan tak tergantung pada APBD. Jangan menggali masalah, tapi mencari kesalahan masjid, baru ada solusinya," tegas Ketua PMI ini.