REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono memastikan berjalannya proses hukum bagi anggota TNI yang terlibat penganiayaan terhadap jurnalis dan warga di Padang, Sumatra Barat (Sumbar). Hal itu disampaikan Kontras melalui suratnya, Senin (4/6).
Dalam surat terbuka itu, Kontras mendesak Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Laut memastikan berjalannya proses hukum bagi anggota TNI yang terlibat penganiayaan serta yang terlibat dalam memastikan praktik bisnis ilegal. Surat itu ditandatangani Wakil I Koordinator Badan Pekerja Kontras, Indria Fernida.
Kontras memprotes keras atas pemukulan yang dilakukan sejumlah personel TNI AL terhadap tujuh wartawan televisi dan media cetak. Aksi pemukulan itu terjadi saat meliput razia warung remang-remang di kawasan Sei Beremas, Kelurahan Gates, Kecamatan Lubuk Begalung, Padang, Selasa (29/5).
Razia dan pembongkaran pondok maksiat tersebut itu diikuti oleh warga, Lurah, camat hingga anggota DPRD. Awalnya razia satpol PP yang dimulai sekitar pukul 14.00 WIB ini berjalan lancar dan berubah menjadi mencekam setelah belasan anggota TNI menghadang petugas satpol PP dan warga setempat.
Pada saat itu, menurut informasi yang dihimpun Kontras, anggota TNI AL menganiaya, mengintimidasi, dan merampas secara paksa serta merusak kamera, kaset video, dan memori kamera para wartawan, serta menghajar warga yang menertibkan pondok yang diduga menjadi tempat mesum tersebut.
Kontras menegaskan, penganiayaan, pengancaman, serta perusakan terhadap fasilitas dan karya jurnalistik wartawan yang dilakukan oleh anggota TNI adalah tindakan di luar tugas pokok TNI yang tertera dalam UU No 34 tahun 2004 tentang TNI. Selain itu, tindakan tersebut juga merupakan tindakan yang menghalang-halangi kemerdekaan pers seperti diatur dalam Pasal 18 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kontras juga meminta DPR segera menyelesaikan pembahasan RUU Peradilan Militer.