Senin 04 Jun 2012 07:12 WIB

Ketua STAIN Kecam Pemberian Grasi pada Corby

Schapelle Leight Corby
Foto: Firdia Lisnawati/AP
Schapelle Leight Corby

REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA -- Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Palangka Raya, Ibnu Aspelu mengecam pemberian grasi lima tahun yang diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terhadap "ratu mariyuana" asal Australia, Schapelle Leigh Corby.

"Dengan adanya grasi yang diberikan, berakibat tidak akan menimbulkan efek jera terhadap kejahatan yang bersifat white collar crime atau kejahatan kerah putih atau kejahatan serius," kata Ibnu di Palangka Raya, Minggu.

Ini amat tidak tepat apalagi grasi diberikan kepada pelaku kejahatan narkoba asal luar negeri, yang melakukan kejahatan serius di dalam NKRI, dengan maksud merusak generasi Bangsa Indonesia.

"Memang pemberian grasi hak proregatif presiden kepada setiap terpidana, akan tetapi seharusnya lebih selektif disertai penuh pertimbangan bijak ketika mengambil keputusan grasi, karena narkotika merupakan kejahatan yang terstruktur serta merusak manusia secara sistemik," ujarnya.

Pemberian grasi oleh Presiden SBY terhadap ratu mariyuana asal Australia ini, selain bukan merupakan keputusan yang sangat tidak tepat juga dapat berpengaruh bagi wibawa Indonesia di luar negeri.

Tidak ada alasan apapun yang bisa diterima, dengan pemberian grasi kepada Corby, malah sebaliknya diperlukan tindakan yang lebih nyata, tegas dan lugas dalam menangani kejahatan serius yang sudah dilakukan.

Bahkan lebih ironis, lantaran selama ini Presiden SBY selalu mendengung-dengungkan dalam pemberantasan narkoba antara lain melakukan pengetatan pemberian remisi terhadap terpidana narkotika, seakan melanggar komitmen sendiri yang telah digaungkan.

Andai alasan pemberian grasi oleh presiden kepada Corby, hanya mempertimbangkan faktor diplomatis antara Indonesia dan Australia, sungguh sangat tak masuk akal dan tidak bisa diterima, karena di negara lain, pengedar narkoba malah tidak diberi ampun.

"Karena jika diarahkan rasio hukum menjadi rasio politik, memang wajar jadinya, yang saya tegaskan adalah rasio hukum, artinya empat kilogram narkotika berapa generasi yang akan rusak,"ujarnya.

Untuk itu ia berharap ada pertimbangan ulang dan pembatalan grasi dari presiden kepada terpidana narkotika, agar tidak berimbas dari keinginan kuat masyarakat yang benar-benar ingin adanya keadilan dalam pemberantasan narkoba.

Ia juga sangat mendukung Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) yang sudah menyiapkan langkah hukum untuk menggugat keputusan presiden terhadap pemberian grasi bagi "ratu mariyuana" ini.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement