REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kasus bunuh diri di Indonesia belakangan ini dinilai cukup memprihatinkan karena angkanya cenderung meningkat sehingga perlu mendapat perhatian serius pemerintah, kata seorang sumber.
"Kasus bunuh diri menempati satu dari 10 penyebab kematian di setiap negara," kata Ketua Lembaga Kajian dan Pencegahan Bunuh Diri (LKPBD) Kunang-kunang Al Qodir Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Wiranata Adi, di Sleman, Jumat.
Menurut dia, bunuh diri merupakan satu dari tiga penyebab utama kematian pada kelompok umur 15 hingga 44 tahun dan nomor dua untuk kelompok 10 hingga 24 tahun.
Ia mengatakan, WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia pada 2010 melaporkan angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000 jiwa.
"Angka itu bisa jadi masih lebih besar lagi mengingat fenomena bunuh adalah ibarat gunung es, yang tampak hanya puncaknya sementara yang tertutup dan ditutupi sesungguhnya lebih besar lagi," katanya.
Ia mengatakan, dengan semakin majunya peradaban manusia melalui berbagai teknologi ternyata manusia mengalami kerentanan menghadapi diri sendiri maupun lingkungan yang akhirnya bermuara pada tindakan bunuh diri.
"Kenyataan ini dibuktikan dengan peningkatan angka bunuh diri yang meningkat secara signifikan. Perkiraan WHO memperkirakan pada 2020 angka bunuh diri secara global menjadi 2,4 per 100.000 jiwa dibandingkan 1,8 per 100.000 jiwa pada 1998," katanya.
Wiranata mengatakan, fenomena bunuh diri sudah ada sejak masa purba dan terus berkembang hingga sekarang. Fenomena bunuh diri terjadi di mana-mana dan di semua lapisan masyarakat.
"Model dan caranya terus mengalami perkembangan dan itu sangat memprihatinkan," katanya.
Ia mengatakan, LKPBD Kunang-kunang Al Qodir, didukung beragam profesi dan lintas disiplin ilmu.
"Selain kalangan akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta, LKPBD Kunang2 juga didukung para tokoh dari lintas agama," katanya.
Dengan memperhatikan pentingnya pembahasan perilaku bunuh diri dalam budaya modern kehidupan manusia saat ini, banyak lembaga formal dan nonformal tingkat internasional telah memperlihatkan peningkatan perhatian secara signifikan selama empat dekade ini, katanya.
Ia mengatakan, berbagai pendekatan disiplin keilmuan telah diterapkan tetapi belum memberikan hasil positif dalam menurunkan angka bunuh diri. Kajian bunuh diri sudah banyak dilakukan dengan pendekatan ilmu kedokteran jiwa, psikologi, sosiologi, biologi, agama, filsafat, hukum, budaya, sejarah, politik, ekonomi, klimatologi, kimia, bahkan sampai merambah dunia mistis.
"Namun sayangnya di Indonesia perhatian pemerintah maupun elemen lain terhadap masalah tersebut masih sangat terbatas atau bahkan bisa dibilang hampir tidak ada," katanya.