Jumat 01 Jun 2012 12:33 WIB

Wapres: Pancasila tidak Diambil dari Buku

BANDA ACEH, 13/4 - FUNGSIKAN EWS. Wapres Boediono memberikan arahan pada pertemuan dengan muspida Aceh di Banda Aceh, Jumat (13/4). Wapres meminta pihak terkait memfungsikan Early Warning System (EWS) tsunami di Aceh, menata kembali jalur evakuasi
BANDA ACEH, 13/4 - FUNGSIKAN EWS. Wapres Boediono memberikan arahan pada pertemuan dengan muspida Aceh di Banda Aceh, Jumat (13/4). Wapres meminta pihak terkait memfungsikan Early Warning System (EWS) tsunami di Aceh, menata kembali jalur evakuasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Presiden Boediono mengatakan bahwa pemikiran Bung Karno soal Pancasila tidak diambil dari buku ataupun dikarang-karang namun merupakan pengalaman sejarah bangsa Indonesia.

"Pemikiran Bung Karno terkait Pancasila tidak diambil dari buku manapun, atau dikarang-karang tapi digali dari pengalaman bertahun-tahun bangsa Indonesia seperti yang dialami Bung Karno sendiri," kata Wapres Boediono pada peringatan pidato Bung Karno di Senayan Jakarta, Jumat (1/6).

Peringatan pidato Bung Karno yang digagas MPR tersebut menghadirkan pembicara Ketua Umum PBNU Said Agil Sirad, Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua PGI Andreas, dan Ketua KWI Simon P Situmorang.

Acara tersebut selain dihadiri Wapres Boediono serta Ny Herawati, juga dihadiri antara lain; Wakil Ketua MPR Melani Suharli, Lukman Hakim Syaifuddin, Hajriyanto Y Thohari, Ahmad Farhan. Hadir pula Presiden ke-III BJ Habibie, Presiden ke-V Megawati, Wapres ke-VI 1993-1998 Try Sutrisno, Wapres ke-IX 2001-2004 Hamzah Haz, Wapres ke-X 2004-2009 M Jusuf Kalla.

Lebih lanjut Wapres menjelaskan bahwa Bung Karno yakin dengan toleransi, kebersamaan dan gotong royong itu bangsa Indonesia akan tetap bersatu. Dan karena itulah Bung Karno merumuskannya dalam Pancasila. "Kita kadang mensakralkan Pancasila, padahal mensakralkan Pancasila justru membuat kita terpisah dari nilai-bilai Pancasila," kata Boediono.

Menurut Wapres pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 lalu sebenarnya merupakan kearifan dalam melihat perjalanan bangsa. Boediono juga mengakui dan menyadari bahwa ikhtiar merawat kebangsaan itu tidak mudah. Boediono juga mengungkapkan bahwa setiap perubahan pasti akan menimbulkan kekurangan dan cacat baru.

Hal itu tambahnya harus diakui. Reformasi, tambahnya masih sisakan berbagai persoalan, korupsi, konflik, demokrasi yg harus ditingkatkan, kebebasan pers yang terbebas dari intimidasi dan kekerasan.

"Bung Karno katakan dalam perbedaan-perbedaan di antara kita, kita harus cari modus bersama. Modus bersama itu; kebangsaan kita," kata Boediono.

Menurut Boediono terkikisnya rasa kebangsaan karena munculnya egoisme sempit. Karena itu tambahnya egoisme sempit harus dilawan. Baik itu egoisme agama, suku, kekuasaan dan lainnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement