REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI BARAT -- Pada 2020, permukaan tanah di kota Bekasi diperkirakan turun empat sentimeter. Hal ini dikarenakan penyedotan air secara masif.
"Bukan tidak mungkin bisa seperti itu. Apalagi jika tata kota tidak direncanakan dengan baik. Semakin banyak pemukiman, air tanah makin berkurang," kata Direktur Eksekutif WALHI Jakarta Ubaidillah, pada Kamis (31/5). Ubaidillah menyarankan penggunaan sumber laian, untuk konsumsi sehari. Sumber ini bisa berasal dari PDAM di kawasan tersebut.
Pemerintah juga diminta bersiap menghadapi kondisi ini. "Pipa PDAM disiapkan, jangan sampai bocor atau macet. Ke depannya ini akan jadi sumber utama," kata Ubaidillah.
Terkait pencemaran, Ubaidillah mengatakan, sejauh ini air di Kota Bekasi masih memenuhi standar baku air minum. Standar ini tertuang alam Permenkes nomer 416 tahun 1990.
"Bekasi sama dengan Tangerang. Tata kota harus menyesuaikan dengan daya dukung lingkungan. Jangan sampai pertumbuhan masif, tidak didukung lingkungan yang baik. Nantinya ini berpengaruh pada pengolahan limbah dan sebera besar pencemarannya. Bukan tidak mungkin airnya menjadi tidak layak minum," kata Ubaidillah.