REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG - Anggota Komisi III (Bidang Hukum & Perundang-undangan, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Eva Kusuma Sundari menilai posisi polisi wanita (polwan) masih marginal di tubuh Polri.
"Reformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) hingga sekarang belum berhasil mengubah kulturnya dari militeristik menjadi lembaga sipil. Oleh karena itu, perlu penguatan polwan demi kultural di Polri," kata Eva melalui perangkat komunikasi kepada Antara di Semarang, Rabu (30/5).
Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI mengemukakan hal itu terkait dengan pembentukan Ikatan Polwan Republik Indonesia (Ikapolwari) pada hari Selasa (29/5).
Ikapolwari yang diketuai Brigjen Polisi Basaria Panjaitan, S.H., M.H. dibentuk sebagai syarat agar Indonesia dapat menjadi tuan rumah pertemuan lembaga-lembaga sejenis se-Asia pada tahun depan.
"Ikapolwari harus berperan sebagai 'missionary agent' untuk mengenderkan kepolisian melalui strategi kultural dan struktural," kata wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Timur VI (Kabupaten/Kota Kediri, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten/Kota Blitar) itu.
Langkah awal, menurut dia, adalah meyakinkan Kapolri mengenai pentingnya hal itu demi efektivitas mewujudkan paradigma baru kepolisian.
"Wajah sipil Polri sebagai pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat lebih bisa dipenuhi oleh kehadiran polwan daripada polisi laki-laki," ujarnya.
Ia lantas mencontohkan keberhasilan reformasi kepolisian di negara-negara eks komunis di Eropa Timur. Salah satunya adalah semakin berimbangnya jumlah perempuan dan laki-laki sebagai polisi.
Hal yang sama sudah lebih dahulu ditunjukkan di struktur kepolisian di negara-negara yang HAM-nya maju dan demokrasinya matang, yaitu di negara-negara Skandinavia.
Dalam feminisme, menurut dia, institusi militer merupakan manifestasi sempurna pelembagaan patriarkat sehingga laki-laki mendominasinya. Apalagi konstruksi lembaga militer untuk menghadapi perang yang beranggapan bahwa hal ini urusan laki-laki semata.
Meski demikian, lanjut dia, kemajuan HAM perempuan dan menguatnya tuntutan kontrol sipil atas militer memaksa institusi-institusi militer mengimplementasikan prinsip kesetaraan gender.
Setelah 12 tahun melaksanakan reformasi, kata Eva, komposisi polwan dalam tubuh Polri masih 2,5 persen akibat penolakan Kapolri untuk membuat kibijakan afirmasi kepada perempuan.
"Mereka harus bersaing murni dengan laki-laki polisi. Artinya, bagaimana Polri akan memajukan HAM masyarakat kalau tidak responsif terhadap tuntutan HAM polwan atas kesamaan kesempatan," kata Eva Kusuma Sundari.