REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Sekretaris Jenderal DPP Gerakan Anti Narkotika (Granat), Ashar Suryobroto, menyatakan, pemberian grasi kepada Schapelle Leigh Corby sangat tidak tepat. Itu adalah bentuk pengabaian terhadap moral bangsa ketimuran yang terkenal dengan etika dan sikap tegas.
"Kalau sudah dipidana maka harus menjalankan pidana itu dengan utuh, bukan dengan memberikan keringanan. Jangankan grasi, remisi saja sudah salah," jelasnya, saat dihubungi, Jumat (25/5). Menurutnya, pemberian grasi ini menodai korban kejahatan narkoba.
Bayangkan, jelasnya, hampir 5 juta korban narkoba setiap tahunnya. Sebagian dari mereka menjalankan rehabilitasi. Mereka yang sudah direhab sangat anti dengan narkoba. Mereka menginginkan pengedar narkoba dihukum seberat-beratnya. "Namun apa yang terjadi," jelas Ashar.
Justru presiden memberikan grasi. Bahkan menkumham menyatakan siap mengajukan grasi bagi napi asing lainnya. Sementara, biang kerok kejahatan narkoba tidak lepas dari peran WNA. Orang asing inilah yang kebanyakan ditangkap karena narkoba. Nigeria dan Afrika, serta Iran, belakangan ini marak membawa sabu ke Indonesia. WNA dari Barat kerap ditangkap karena membawa ineks atau ekstasi.
Ashar berencana untuk menggugat presiden ke PTUN. "Kita akan tunjukkan bahwa pemberian grasi kepada Corby adalah kebijakan yang salah," paparnya.