REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua Komisi III DPR, Nasir Djamil menyesalkan pemberian grasi berupa potongan lima tahun penjara untuk Schapelle Corby, terpidana kasus ganja yang dihukum di pengadilan Bali. Ini mengingat ada ketidakjelasan alasan yang dijadikan pertimbangan pemberian grasi.
Ketidakjelasan ini terlihat dari penjelasan menkumham, Amir Syamsuddin yang mengatakan sampai saat ini pihak Australia belum menjanjikan apa-apa terkait kompensansi hukuman Corby.
Padahal, alasan pemberian grasi karena ada harapan akan dibalas oleh pihak Australia untuk memberikan keringanan hukuman pada warga negara Indonesia yang ditahan di Australia secara timbal balik.
''Ini bagaimana? Belum ada kejelasan kompensasi hukuman kok sudah diputuskan? Harusnya sudah ada komunikasi intensif dengan pihak Australia. Sehingga memang keinginan adanya timbal balik memang benar-benar akan terjadi,'' katanya, Rabu (23/5).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengaku khawatir pemerintah Australia akan mengabaikan kerja sama ini. Artinya, pemberian grasi Corby menjadi tak berguna. Meskipun diakuinya karena sudah diberikan, keputusan itu tetap dihormati.
Ia pun menyampaikan harapan agar pemerintah Australia dapat memenuhi janji tersebut. Yaitu dengan membebaskan tahanannya yang merupakan warga negara Indonesia.
''Ke depan, seharusnya pemerintah tidak begitu saja mengeluarkan grasi untuk terpidana WN Asing, tanpa ada kejelasan kompensasi dari asal negaranya,'' pungkas Nasir.