REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepastian konser penyanyi asal AS, Lady Gaga, di Indonesia, masih menjadi pertanyaan. Banyak prokontra yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia. Di tengah kontroversi itu, sosiolog dari Universitas Indonesia, Ricardi Adnan, justru menilai penyanyi bernama asli Stefani Joanne Angelina Germanotta tersebut bakal menularkan kultur negatif ke tengah masyarakat Indonesia.
"Kalau sudah berkali-kali diekspos pasti terpengaruh. Seperti iklan minuman saat olahraga,"ungkap Ricardi saat dihubungi Republika, Selasa (22/5). Menurutnya, konser Lady Gaga tidak sebatas hiburan di atas panggung. Akan tetapi, terdapat nilai yang melekat di dalam lirik, busana, dan pertunjukannya. Ricardi pun mengungkapkan nilai tersebut dapat berupa budaya hedonisme dan seks eksposure yang kerap tampil dalam simbol-simbol tertentu.
Menurutnya, terdapat teori konspirasi yang digunakan beberapa pengamat untuk menafsirkan kehadiran Lady Gaga. Teori tersebut, ujarnya, mengatakan kalau kedatangan Lady Gaga hanya menjadi bagian dari konspirasi yang dikuasai oleh budaya tertentu. Terlebih, di negara Indonesia dengan penduduk yang mayoritas muslim.
"Agar mengurangi spiritualismenya selama ini. Ketika menjadi idola dan panutan, maka pikiran dan panutannya akan menjadi rujukan,"ujar Ricardi.
Oleh sebab itu, ujar Ricardi, banyak penolakan dari masyarakat terkait konser tersebut. Menurutnya, penolakan itu berasal dari sikap khawatir warga yang ingin agar identitas budaya asli Indonesia tidak diracuni oleh Lady Gaga.