REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kalangan DPRD Bali menilai dengan penetapan "Subak" sebagai warisan budaya dunia (WBD) merupakan kebanggaan dan sekaligus tantangan bagi warga masyarakat.
"Memang disatu sisi sebagai kebanggaan masyarakat Bali, tetapi disisi lain sebagai tantangan dalam mempertahankan sistem pengairan tradisional di Pulau Dewata ditengah gencarnya pengaruh globalisasi," kata anggota Komisi II DPRD Bali Anak Agung Gde Gerana Putra di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan, tantangan untuk pelestarian "subak" di Bali sangat berat, karena keberadaannya semakin terjepit oleh gencarnya pembangunan, sehingga alih fungsi lahan pun tidak bisa terelakan.
"Untuk mempertahankan keberadaan subak tersebut, pemerintah dan pemangku kepentingan harus membantu secara khusus kepada pemilik sawah, khususnya para petani," kata politikus Partai Demokrat itu.
Contohnya untuk mempertahankan kawasan jalur hijau, kata dia, pemerintah harus berani membebaskan dari biaya pajak. Sehingga kawasan tersebut bisa terproteksi dari alih fungsi lahan.
Selain itu, kata dia, pemerintah juga harus memberikan bantuan bibit tanaman, seperti padi dan jagung serta pupuk. Disamping juga distribusi air juga harus dipertahankan.
"Kalau kebutuhan tersebut dapat dipenuhi, saya optimistis lahan tersebut dapat dipertahankan dari alih fungsi tersebut," ujarnya.
Namun bila itu tidak ditindaklanjuti dengan upaya nyata, kata dia, jangan salahkan warga masyarakat mengalihfungsikan lahan dengan menjual tanahnya. Alasannya, karena pajaknya semakin meningkat dan penghasilan tidak mencukupi dari lahan tersebut.
"Kalau sudah lahan tersebut jatuh ke tangan developer atau pengkapling tanah, maka lahan tersebut akan menjadi perumahan. Contohnya di Jalan Drupadi Denpasar, dulu termasuk sawah produktif dan sistem subaknya sangat bagus. Begitu dikapling, dalam waktu tertentu kawasan yang dulunya sawah berubah menjadi perumahan," ucapnya.