REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, menilai wajar soal gugatan yang dilakukan oleh Gubernur Bengkulu nonaktif, Agusrin Najamuddin. Gugatan itu ditujukan untuk menentang Keputusan Presiden (Keppres) No 40 tentang pemberhentiannya sebagai gubernur.
"Begini, bahwasanya koruptor selalu berusaha untuk menggugat. Tidak ada koruptor yang sukarela kehilangan jabatannya sebagai gubernur dan tidak ada koruptor yang rela masuk penjara secara sukarela, " kata Denny di kantornya, Senin (21/5).
Namun, Denny menegaskan bahwa kebijakan pemerintah memberhentikan kepala daerah yang terlibat masalah korupsi itu tidak salah. Menurutnya, kebijakan seperti itu sudah diatur berdasarkan aturan UU/32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
"Saya kira publik bisa menilai cerdas soal pemberhentian kepala daerah itu. Pemerintah hanya melaksanakan undang-undang dan melaksanakan putusan Mahkamah Agung," kata Denny.
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Pusat memenangkan gugatan Yusril Ihza Mahendra atas Keputusan Presiden (Keppres) Susilo Bambang Yudhoyono tentang pengangkatan Junaidi Hamsyah menjadi Gubernur Bengkulu definitif. Junaidi menggantikan Agusrin Najamuddin. Akibat putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Pusat tersebut menyebabkan Keppres tersebut tidak berkekuatan hukum mengikat hingga pokok perkara berkuatan hukum tetap.
"Hakim PTUN mengabulkan permohonan putusan sela yang diajukan oleh Agusrin M Najamudin, Senin (14/5) sore kemarin. Alhasil Keppres No 48/P/2012 tanggal 2 Mei 2012 yang mengesahkan pengangkatan Junaidi Hamsyah, ditunda pelaksanaannya sampai sengketa tata usaha negara ini mempunyai kekuatan hukum tetap," kata Yusril dalam siaran persnya, Selasa (15/5). Yusril merupakan kuasa hukum Agusrin. MA sebelumnya memutus Agusrin dengan hukuman empat tahun penjara dalam kasus korupsi APBD Bengkulu senilai Rp 21 miliar.