REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Ratusan pengungsi korban letusan Gunung Sirung di Pulau Pantar, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT), mulai terserang berbagai penyakit. Mereka umumnya yang berada di Kakamuta, Kecamatan Pantar Tengah. Kebanyakan para pengungsi menderita sakit batuk dan pilek serta infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) sebagai dampak erupsi Gunung Sirung yang meletus akhir pekan lalu.
"Warga mulai terserang penyakit, seperti batuk, pilek, dan ISPA," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Alor, Viktor Tanghana, yang dihubungi dari Kupang, Senin (21/5). Menurut dia, penyakit yang menyerang pengungsi tidak secara massal, karena kebanyakan diderita oleh anak-anak.
Meski demikian, pemerintah daerah telah mengirimkan tim medis ke pengungsian untuk memberikan pengobatan bagi warga yang terserang penyakit. "Sudah ada tim yang memberikan pengobatan di lokasi pengungsian," katanya.
Selain mengirimkan tim medis, kata dia, pemerintah daerah juga telah mengirimkan bantuan logistik bagi para pengungsi, seperti beras, jagung, dan makanan siap saji, seperti mi instan dan ikan kaleng. Ratusan warga Desa Mauta yang diungsikan berasal dari Dusun Alikalang sebanyak 75 keluarga dan Dusun Oang Kalla sebanyak 50 keluarga dengan jumlah jiwa mencapai 250 orang.
Sejumlah warga ini diungsikan karena lokasi tempat tinggalnya hanya berjarak sekitar 352 meter dari kawah Gunung Sirung. Menurut Viktor, proses evakuasi warga dari tempat tinggalnya tersebut dilakukan atas arahan dari Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) Bandung.
"Pengungsian sesuai perintah Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) Bandung," katanya menegaskan.
Walaupun telah diungsikan, warga masih beraktivitas seperti biasa karena letusan Gunung Sirung sudah biasa dialami masyarakat di sekitar lereng gunung itu. "Kondisinya masih kondusif, dan masyarakat masih aman," katanya.