REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia sudah saatnya memiliki pusat database sidik jari nasional. Selain berguna untuk melancak pelaku tindak kejahatan, pusat database sidik jari nasional juga bisa memudahkan mengidentifikasi korban kecelakaan sebagaimana yang terjadi dalam peristiwa kecelakaan Sukhoi Superjet 100.
"Indonesia membutuhkan database sidik jari," kata Direktur Eksekutif Disaster Victim Identification (DVI) Sukhoi SJ 100, Kombes.Pol.Dr.Anton Castilani, MSi,DF., Sabtu (19/5), di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.
Anton mengatakan, meskipun data antemortem sidik jari korban sudah terkumpul sebanyak 44 data, namun tim DVI masih kesulitan mengidentifikasi data korban melalui pencocokan sidik jari. Hal ini karena data antemortem yang dikumpulkan pihak keluarga berbeda dengan bagian tubuh yang ditemukan tim evakuasi.
"Keluarga kirim ijazah berisi cap jari tangan kiri tapi kita menemukannya tangan kanan. Jadi tidak ada yang pas," contoh Anton.
Anton menyatakan saat ini tim DVI baru berhasil mengidentifikasi 15 data korban. Dari hasil tersebut tidak ada satupun pengidentifikasian yang dilakukan dengan menggunakan sidik jari. "Pencocokan dilakukan tes DNA," ujarnya.