REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hukuman ringan bagi pembantai orang utan tak akan membuat efek jera bagi pelakunya. Lebih dari itu, kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, juga tak mendidik dan membuat pelaku lain tetap melakukan pembantaian.
"Harus banding. Hukuman delapan bulan terlalu ringan," katanya, di sela-sela penanaman mangrove di pesisir Tanjung Batu, Berau, Kalimantan Timur. Sebelumnya, seorang pelaku pembantaian orang utan telah divonis hukuman delapan bulan penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, yang meminta pengadilan menghukumnya selama satu tahun.
Menurut Zulkifli, hukuman yang layak untuk tindak tak berperikemanusiaan itu adalah lima tahun atau lebih. "Kalau hukumannya 5 tahun 8 bulan, ini baru memenuhi rasa keadilan," lanjutnya.
Menurut Zulkifli, orang utan adalah satwa dilindungi. Semestinya, binatang ini dijaga kelestariannya, bukan malah dihabisi.
"Satu orang mati di Indonesia, dunia adem-adem saja, tapi satu orang utan mati, 70 media dunia memberitakannya," kata dia mengibaratkan.
Zulkifli saat memberi sambutan dalam acara ini menyatakan dukungannya pada pemerintah Berau yang bertekad terus melestarikan orang utan. Salah satunya, adalah dengan menyediakan 11 ribu hektare hutan mangrove sebagai habitat orang utan.
Menurut Zulkifli, wilayah Berau adalah salah satu wilayah dengan hutan bakau tetap terjaga. Wilayah ini memiliki luasan hutan mangrove puluhan ribu hektare dan masih lestari. "Luas seluruhnya lebih dari 77 ribu hektare, menjadikan Berau salah satu hutan mangrove terluas di indonesia," katanya.
Menurut Zulkifli, mangrove banyak manfaatnya. Antara lain mampu "mengerem" kecepatan hantaman tsunami. Mencegah abrasi, dan menjadi tempat hewan laut berkembang biak.
Ia berpesan pada warga untuk membiasakan diri menanam dan menjaga pohon, termasuk mangrove. "Jika kita menjaga alam, maka alam juga akan menjaga kita," ucapnya.