Senin 07 May 2012 14:50 WIB

'Anggota Brimob Gorontalo Tembak Kostrad Pakai Peluru Tajam'

Rep: Nur Feby Rosiana/ Red: Djibril Muhammad
Ketua Presidium IPW Neta S Pane
Ketua Presidium IPW Neta S Pane

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Meski hukuman telah dijatuhkan kepada anggota Brimob, Polda Gorontalo, namun persoalan bentrok dengan Kostrad TNI AD. Menurut, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane kepada Republika, Senin (7/5), ada beberapa hal yang harus diusut Polri dalam insiden Gorontalo.

Pertama, Polri harus mencari siapa yang memerintahkan anggota Brimob berpatroli dan memberinya sanksi. Kedua, Polri harus mengusut kebohongan publik yang dilakukan jajaran Polda Gorontalo yang semula mengatakan, keenam anggota TNI tersebut ditembak dengan peluru karet. Padahal, kenyataannya ditembak dengan peluru tajam.

Ketiga, penembakan dengan peluru tajam harus diusut tuntas dan ditelusuri siapa yang memerintahkan. Neta mengatakan, baik penembak maupun atasan yang memerintahkan penembakan harus ditindak dan diproses secara pidana.

Keempat, kematian anggota TNI akibat peluru tajam anggota Brimob harus diusut tuntas dan pelakunya harus dipecat dan dihukum berat. Menurut Neta penembakan tanpa alasan jelas yang menyebabkan kematian, apalagi yang mati adalah anggota TNI, adalah tindak pidana berat. Ancaman hukumannya di atas 15 tahun penjara.

Jadi Neta mengatakan sangat aneh, jika ada anggota TNI terbunuh, dan tersangka pembunuhnya hanya yakni polisi hanya mendapat hukuman disiplin, berupa teguran dan penundaan pendidikan selama setahun.

Neta menuturka, jika hal tersebut dibiarkan publik akan bertanya, hukum seperti apa yang mau ditegakkan Polri di negeri ini. Pola-pola hukuman seperti inilah yang bisa memicu kemarahan oknum-oknum TNI terhadap polisi, yang bukan mustahil bisa memicu kemarahan dan main hakim sendiri serta menebar kebencian pada polisi, yang pada akhirnya bentrok antara TNI dan Polri tidak pernah berkesudahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement