Sabtu 05 May 2012 23:19 WIB

169 Imigran Afghanistan Akhiri Aksi Mogok Makan

imigran asal timur tengah (ilustrasi)
Foto: antara
imigran asal timur tengah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,PANGKALPINANG--Sebanyak 169 imigran gelap asal Afghanistan menghentikan aksi mogok makan di Rumah Detensi Imigrasi Pusat Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.

"Alhamdulillah, mereka sudah mulai makan sejak tadi siang," kata Kepala Seksi Penempatan dan Pemulangan Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pusat Tanjungpinang, Yanto di Tanjungpinang, Sabtu petang.

Yanto mengatakan, para imigran itu mulai makan setelah puluhan di antaranya sempat menjalani perawatan di dua rumah sakit di Tanjungpinang akibat kekurangan cairan karena mogok makan sejak Selasa (1/5).

Menurut dia, dari Sabtu pagi hingga siang sekitar 15 orang imigran juga dilarikan ke rumah sakit akibat keletihan karena tidak makan. Pada Kamis hingga Jumat malam juga terdapat sekitar 42 orang yang dilarikan ke rumah sakit.

"Mereka mulai mogok makan sejak Selasa (1/5), dan sejak Kamis banyak di antaranya yang tidak tahan dan dilarikan ke rumah sakit untuk perawatan," kata Yanto.

Pada Sabtu pagi, Duta Besar Afghanistan untuk Indonesia, Ghulam Sakhi Ghairat, juga mendatangi warganya yang melakukan aksi mogok makan di Rudenim Tanjungpinang.

Duta Besar sempat membujuk warganya agar menghentikan aksi mogok makan karena sudah banyak yang mengalami kondisi buruk dan dirawat di rumah sakit.

Ghairat juga membicarakannya dengan sejumlah pihak terkait mengenai pencari suaka yang berasal dari negaranya itu.

Para imigran Afghanistan melakukan aksi mogok makan sebagai bentuk protes mereka terhadap Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi (UNHCR) yang belum menentukan status mereka sebagai pengungsi sejak satu hingga dua tahun terakhir.

Salah seorang imigran, Habib, mengatakan sebanyak lima orang di antara ratusan imigran itu telah mengalami stres dan dirawat di rumah sakit jiwa akibat tidak adanya kepastian status dari UNHCR.

"Kami sudah menghuni Rudenim Tanjungpinang satu hingga dua tahun, namun hingga saat ini tidak ada kepastian dari UNHCR, bahkan lima orang rekan kami sudah stres dan dirawat di rumah sakit jiwa," kata Habib yang sudah fasih bahasa Indonesia.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement