REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Pengamat perburuhan dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr Hadi Subhan mengusulkan kepada Menakertrans Muhaimin Iskandar untuk merumuskan skala upah buruh.
"UMK yang dirancang pemerintah sudah bagus, tapi hal itu masih tidak adil," katanya di Surabaya, Ahad (29/4), ketika dikonfirmasi tentang evaluasi perburuhan menjelang Hari Buruh Internasional pada 1 Mei.
Sekretaris Unair itu menjelaskan UMK itu sebenarnya diberlakukan untuk buruh lajang, namun dalam praktiknya ada penyimpangan yakni untuk semua buruh dan tidak membedakan masa kerja.
"Itulah yang tidak adil, karena UMK dengan nilai yang sama justru diperuntukkan buruh lajang atau buruh berkeluarga, buruh dengan masa kerja 1-2 tahun atau buruh dengan masa kerja 5-10 tahun," katanya.
Oleh karena itu, kata pengamat perburuhan dari Fakultas Hukum (FH) Unair itu, pemerintah seharusnya membuat UMK dengan disertai skala upah, sehingga UMK tidak diterapkan secara sama dan akhirnya menjadi tidak adil.
Bahkan, katanya, skala upah juga memiliki standar yang jelas antara buruh yang produktif dan tidak produktif, sehingga skala upah butuh itu juga bermanfaat untuk perusahaan dengan adanya peningkatan produktivitas.
"Skala upah itu bisa diatur lewat Permenakertrans. Bisa juga meniru pola PNS yakni bila beristri diberi tunjangan 10 persen dari UMK dan bila punya anak juga ada persentasenya, tapi saya kira terserah," katanya.
Menurut dia, catatan perburuhan yang juga penting adalah pengawas ketenagakerjaan yang jumlahnya masih kurang dan fungsinya juga kurang dioptimalkan.
"Karena itu, Menakertrans hendaknya mengoptimalkan pengawas ketenagakerjaan, baik jumlah maupun fungsinya, agar buruh tidak menempuh jalur aksi jalanan atau mogok kerja, meski hal itu tidak dilarang UU," katanya.
Ia menilai pengawas ketenagakerjaan selama ini belum mampu menjadi mediasi dalam perkara pembayaran di bawah UMK, outsourcing, dan tindakan perusahaan yang cenderung merugikan buruh.
"Mereka (pengawas) bisa berfungsi sebagai PPNS (penyidik PNS) yang memberikan sanksi secara langsung bila menemukan pelanggaran, baik nota perigatan maupun pencabutan izin usaha," katanya.
Hingga kini, katanya, pengusaha belum sepenuhnya menjalankan aturan perburuhan, padahal bila mereka berpikir buruh sebagai aset akan menguntungkan, karena iklim usaha menjadi kondusif.