Senin 23 Apr 2012 09:38 WIB

Makin Semrawut, Pariwisata Bali Terancam

Suasana saat matahari terbenam di kawasan wisata Tanah Lot Tabanan, Bali beberapa waktu lalu. Bali beberapa waktu yang lalu, untuk keenam kalinya secara berturut-turut dinobatkan sebagai pulau wisata terbaik di dunia oleh majalah pariwisata terkemuka di Am
Foto: Antara
Suasana saat matahari terbenam di kawasan wisata Tanah Lot Tabanan, Bali beberapa waktu lalu. Bali beberapa waktu yang lalu, untuk keenam kalinya secara berturut-turut dinobatkan sebagai pulau wisata terbaik di dunia oleh majalah pariwisata terkemuka di Am

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Guru Besar Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia, MS mengatakan, Bali terancam kehilangan investor di bidang pariwisata menyusul makin semrawutnya arus lalu lintas dan lingkungan di Pulau Dewata.

"Banyak investor yang merugi karena kondisi di Bali," kata Prof Windia yang juga Ketua Badan Penjaminan Mutu Unud di Denpasar, Senin.

Menurut dia, hal itu mengakibatkan tingkat hunian hotel semakin menurun dan peningkatan kunjungan wisatawan tidak seimbang dengan pertambahan kamar hotel.

Hasil penelitian yang dilakukan Unud itu menunjukkan, pemilik modal yang telah berinvestasi di Bali kemudian mengusulkan pembangunan jalan layang yang bertolak belakang dengan budaya masyarakat Bali. Demikian pula ketentuan yang selama ini mengatur tinggi bangunan maksimal tiga lantai, juga ingin diubah dengan alasan tidak efektif sesuai perkembangan.

"Dengan berbagai alasan untuk melakukan perubahan itu mereka lupa bahwa dengan adanya revisi itu justru akan semakin memperparah kerusakan Bali, sekaligus wisatawan enggan berliburan ke daerah ini," tutur Windia.

Bahkan sekarang, di tengah persaingan bisnis pariwisata yang ketat, pergerakan pelancong tidak lagi ke Bali dengan alasan kondisinya sudah rusak sehingga tidak menarik dan tidak mempunyai ciri khas lagi.

"Itulah salah satu penyebab kenapa kunjungan wisman ke Bali singkat hanya rata-rata tiga hari. Padahal pada 1980-an rata-rata selama tiga minggu," tutur Prof Windia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement