REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Peraturan Daerah (Perda) No. 3/2008 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang di Jawa Barat, dinilai masih memiliki banyak kelemahan.
Oleh karena itu, DPRD Jabar berencana akan merevisi Perda tersebut. Menurut Ketua Kaukus Parlemen Perempuan (KPP) DPRD Jabar, Ganiwati, Perda tentang Trafficking masih menangani kasus trafficking secara parsial.
Padahal, seharusnya penanggulangan kasus trafficking ditangani dengan komprehensif."Sekarang kan masih banyak kasus trafficking yang belum tersentuh hukum,'' ujar Ganiwati kepada wartawan.
Selain tak tersentuh hukum, kata dia, ada juga kasus trafficking yang didiamkan, tidak diproses sebagaimana mestinya. Memang masalah penegakan hukum kasus trafficking ini tidak bisa hanya ditangani oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) atau Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), tapi harus melihatkan kepolisian. "Kami akan evaluasi dulu Perdanya, baru direvisi," tegas Ganiwati.
Ganiwati mengatakan, kasus trafficking di Jabar memang paling tinggi dibanding dengan provinsi lain. Jadi, perlu perhatian serius dari dewan dan Pemprov Jabar. Diharapkan, jika Perda Trafficking sudah selesai direvisi, maka bisa sedikit menekan kasus tersebut.
Ia menilai, banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan orang tersebut. Faktor ekonomi, sekarang bukan satu-satunya penyebab terjadinya trafficking. Faktor lainnya antara lain pola pikir, budaya, penguruh media, serta pola pengasuhan.
Upaya lain yang harus dilakukan dewan selain merevisi Perda Trafficking, kata dia, adalah memperjelas kewenangan lembaga yang menangani masalah ini. Ia melihat, telah terjadi tumpang tindih dalam penanganan kasus trafficking di Jabar. Seharusnya, lembaga yang lebih berperan dalam masalah ini adalah BPPKB bukan P2TP2A.