REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Nasib Pulau Jawa dan Bali berada di ambang mengkhawatirkan dari sisi ketersediaan air. Sebab, kedua pulau padat di Indonesia itu diprediksi akan mengalami defisit air pada 2020 mendatang saat musim kemarau.
Menurut pengamat Air Surabaya, Prigi Arisandi menngatakan, kebutuhan air di kedua pulau itu pada 2020 mendatang sekitar 44,1 miliar meter kubik. Namun, pada saat yang sama, ketersediaan air di Jawa-Bali hanya sekitar 25,3 miliar meter kubik.
Sementara di wilayah Jawa Timur, ketersediaan air per tahun dan per kapitanya sudah mencapai 1750 meter kubik. Padahal, standar kebutuhan air per tahun per kapita sebanyak 2000 meter kubik.
Hal tersebut menurut Prigi disebabkan karena jumlah kerusakan daerah aliran sungai serta pencemaran air yang terus meningkat. Terlebih, jumlah konsumsi air terus meningkat per tahunnya.
Di sungai Brantas, volume air untuk 10 tahun mendatang masih relatif aman. Namun, kondisi tersebut tetap dikhawatirkan karena kualitas airnya yang terus menurun. Terlebih terjadi di aliran sungai di Surabaya.
"Untuk itu dibutuhkan model pengelolaan air lintas sektor, lintas wilayah dan lintas kepentingan untuk menyelamatkan air," kata dia dalam keterangan persnya.
Sementara itu, pakar tanggap bencana Jawa Timur yang juga Dosen ITS Surabaya, Amien Widodo mengungkapkan, keadaan bencana seperti banjir dan tanah longsor merupakan efek dari pola air.
Menurut Amien, penebangan hutan secara besar-besaranlah yang menyebabkan banjir di wilayah Indonesia. Pasalnya, penebangan hutan menyebabkan peningkatan intensitas eroosi tanah permukaan. Air permukaan akan mengerosi tanah dan membawanya ke badan sungai yang mengaakibatkan pendangkalan.
Jika sudah terjadi pendangkalan, akibatnya volume air yang tertampung sungai. Menjadi sangat sedikit. Jika volume air hujan berlimpah, maka air dari sungai akan keluar dan mengakibatkan banjir.
Hal itu merupakan efek jangka panjang berkurangnya sumber mata air karena penebangan hutan besar-besaran. Terlebih, hutan yanng mengalami penebangan terbesar adalah hutan resapan.
Selain itu, kehilangan sumber mata air akan mengakibatkan hilangnya sumber aliran sungai. Akibat jangka pendeknya adalah kekeringan yang akan melanda wilayah di Indonesia yang sudah sedikit sumber mata airnya.
Untuk itu, Amien mengharapkan sikap pemerintah untuk menjaga ketahanan air seperti ketahanan energi dan pangan. Dengan mengalokasikan anggaran untuk antisipasi kekeringan hanyalah bersifat sementara. Untuk itu dibutuhkan aturan yang tegas terkait masalah ini.
"Salah satunya dengan membuat resapan mutlak. Yaitu daerah yang dikhususkan untuk menjadi hutan," kata dia pada Republika, Minggu (22/4)
Sebab, tambah dia, dengan tetap menjaga keberadaan hutan, sama artinya juga menyelamatkan gunung, menyelamatkan air, menyelamatkan tanah, biomassa, ekosistem dan masa depan bangsa Indonesia.
Pemerintah Jawa Timur melalui Peraturan Gubernur no. 12 tahun 2011 harusnyaa menjadi salah satu sarana untuk menjaga kelangsungan hutan sebagai sarana konservasi air tanah di Jawa Timur dan Surabaya khususnya.