Kamis 12 Apr 2012 19:59 WIB

Pemerintah Lalai Berantas Mafia Hutan

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Chairul Akhmad
Banjir bandang menghanyutkan jutaan kubik kayu gelondongan hasil illegal logging di Aceh (ilustrasi).
Foto: Antara/Ampelsa
Banjir bandang menghanyutkan jutaan kubik kayu gelondongan hasil illegal logging di Aceh (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah dinilai lalai dalam memberantas mafia hutan yang diduga melakukan korupsi di Riau.

Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahan), Muslim, menjelaskan terdapat 14 perusahaan di Riau yang diduga masih bermasalah.

"Padahal 14 perusahaan tersebut dulu sempat dipermasalahkan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum," ungkap Muslim saat jumpa pers di Bumbu Desa, Jakarta, Kamis (12/4).

Ketika itu, tutur Muslim, Satgas mempermasalahkan janggalnya penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dilakukan oleh Polda Riau.

Setelah Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dibubarkan, maka pengungkapan kejanggalan penerbitan SP3 tersebut pun turut terkubur. Padahal, ujar Muslim, hasil eksaminasi publik yang dilakukan Jikalahari bersama dengan ICW dan para pakar hukum pidana, terkuak kejanggalan penerbitan SP3 tersebut.

Menurutnya, dasar yuridis formal penghentian penyidikan tersebut tidak kuat dan tidak jelas. Terutama dalam mengungkap dan menguraikan fakta hukum dan pasal yang akan digunakan untuk melakukan proses hukum kepada pelaku.

Selain itu, penggunaan pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak dilakukan secara spesifik. Sehingga, kata Muslim, hal tersebut menunjukkan keterbatasan penyidik dalam mencari bukti dan menguraikan peristiwa pidana.

Menurut Muslim, 14 perusahan tersebut telah menyebabkan kerugian negara senilai Rp 73, 36 triliun karena hilangnya kayu dari hutan-hutan yang ditebang. Selain itu, perusahaan tersebut juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang mencapai nilai hampir Rp 2000 Triliun atau setara dengan 2 kali APBN.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement