REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Pada masa sidang III tahun 2011-2012, DPR menargetkan untuk dapat menyelesaikan 12 RUU. Namun, hingga penutupan masa sidang Kamis (12/4), jumlah undang-undang yang dihasilkan hanya dua.
‘’Untuk masa sidang ini, hanya ada dua RUU prioritas yang dapat diselesaikan. Yaitu RUU penanganan konflik social dan RUU tentang perubahan atas UU nomor 10 tahun 2008 tentang pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD,’’ kata Ketua DPR, Marzuki Alie, Kamis (12/4).
Selain itu, DPR juga menyelesaikan empat RUU kumulatif terbuka. Terdiri dari tiga RUU konvensi dan satu RUU tentang perubahan atas UU nomor 22/2011 tentang APBN 2012.
Tiga RUU konvensi tersebut yaitu, RUU tentang pengesahan konvensi Asean tentang pemberantasan terorisme, RUU tentang pengesahan persetujuan antara pemerintah RI dengan pemerintah daerah administrasi khusus Hongkong dan RRI tentang bantuan hukum timbale balik dalam masalah pidana. Serta RUU tentang pengesahan konvensi internasional mengenai perlindungan hak seluruh pekerja migrant dan anggota keluarganya.
Menurut Marzuki, beberapa RUU prioritas yang diperkirakan dapat selesai ternyata masih ditunda pengambilan keputusan pada pembicaraan tingkat II. Alasannya, ada beberapa substansi pokok yang masih memerlukan pematangan.
Serta masih diperlukannya diskusi dan dialog untuk mendapatkan kesepahaman dan kesepakatan bersama. Terutama antara DPR dan pemerintah. ‘’Melihat jumlahnya kita cukup prihatin. Namun perlu dpahami banyak kendala yang ditemui. Terutama terhadap pasal yang sulit menemukan kesepakatan bersama antara DPR dan pemerintah,’’ kata dia.
RUU yang tak selesai antara lain, tentang pencegahan dan pemberantasan pembalakan liar (P3L). ini tidak selesai terkait masalah pembentukan lembaga pengawas. Kemudian, RUU tentang keistimewaan provinsi DIY.
RUU ini terus dibahas untuk mencari titik temu, mengakomodasi kepentingan nasional dan rasa keadilan masyarakat Yogyakarta. Terutama terkait keistimewaan Yogyakarta dalam hal penetapan atau pemillihan gubernur dan wakil.
RUU lainnya, tentang aparatur sipil negara yang masih terkendala soal dua isu sentral. Yaitu, komisi aparatur sipil negara dan pejabat eksekutif senior. Beberapa materi juga masih memerlukan konsolidasi internal di kalangan pemerintah.
RUU tentang sistem peradilan pidana anak juga masih terkendala bersama dengan RUU tentang pendidikan tinggi dan RUU tentang pendidikan dokter. ‘’Khusus untuk RUU pendidikan tinggi dan pendidikan dokter, komisi X memberikan catatan bahwa ada jaminan dari pemerintah kalau keduanya tidak akan ada pembatalan dan diselesaikan dalam satu masa sidang mendatang,’’ papar Marzuki.
Marzuki menilai, belum mantapnya konsolidasi di kalangan pemerintah juga menjadi kendala utama. Di samping ada perdebatan di antara fraksi-fraksi di DPR. ‘’Di samping itu, terdapat ratusan daftar inventarisasi masalah yang harus dikaji, memerlukan waktu panjang dalam pembahasan,’’ pungkas dia.