REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie mengatakan, perbaikan kesejahteraan hidup hakim merupakan bagian dari semangat reformasi. Apalagi, sejak 1999 sudah ditegaskan dalam undang-undang pokok kepegawaian untuk membenahi posisi hakim.
‘’Tapi selama 13 tahun reformasi berjalan ini belum dilaksanakan dalam praktik. Karena banyak kendala. Ketika 2008 itu pemerintah ingin menata seluruh pejabat negara. Harusnya satu-satu,’’ jelasnya di gedung Kemenpan dan RB, di Jakarta, Selasa (10/4).
Ia menilai, masalah yang dihadapi hakim harus diselesaikan lebih dulu karena sudah berjalan terlalu lama. Apalagi, posisi hakim sangat strategis untuk diperbaiki. Yaitu sebagai kunci berlangsungnya demokrasi sebuah bangsa.
‘’Makanya hakim harus dibenahi, termasuk status dan kesejahteraannya. Apalagi selama ini hakim selalu jadi sasaran tembak dan posisinya paling lemah,’’ ungkapnya.
Untuk melakukan pembenahan hukum, lanjutnya, maka harus dimulai dari para hakim. Kesejahteraan keuangan pun dinilai bukan satu-satunya yang harus diperbaiki. Melainkan juga status sebagai pejabat negara, kehormatan dan harga diri.
‘’Ini jeritan hati para hakim, makanya tidak bisa dibiarkan.’’
Ia pun menilai aksi mogok yang disampaikan para hakim hanya sebatas ancaman. Meskipun begitu, ia meminta para hakim untuk tidak mengeluarkan pernyataan mengancam mogok. Alasannya, itu merupakan terminology yang biasa dipakai di dunia politik.