REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kubu terdakwa perkara suap wisma atlet SEA Games, M Nazaruddin menyebut Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai orang sakti. Pasalnya, Anas tidak pernah dihadirkan dalam proses persidangan.
"Betapa saktinya Anas hingga KPK tidak bisa menjeratnya. Bahkan untuk dihadirkan sebagai saksi sekalipun," kata kuasa hukum Nazaruddin, Elza Syarif saat membacakan nota pembelaan atau pledoi kliennya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (9/4).
Menurut Elza, padahal tim kuasa hukum Nazaruddin telah berupaya untuk menghadirkan Anas dalam persidangan. Namun, permintaan itu tidak pernah dikabulkan baik Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK maupun majelis hakim.
Kekecewaan serupa juga diungkapkan Nazaruddin sendiri dalam pembelaanya. Ia menyatakan kecewa terhadap Jaksa Penuntut Umum
(JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak memasukkan keterlibatan Menpora Andi Mallarangeng dan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam tuntutannya.
Padahal, dalam fakta persidangan, salah seorang saksi yaitu Yulianis menyebut Andi dan Anas menerima uang terkait biaya kampanye pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat 2010.
"Yulianis mengatakan Rp 150 juta untuk Anas dan Rp 100 juta untuk Andi namun tak disinggung oleh penuntut umum dalam tuntutannya," kata Nazaruddin saat membacakan pledoi atau pembelaannya atas tuntutan JPU KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (9/4).
Nazaruddin mengaku heran dengan sikap JPU KPK tersebut. Ia meminta kepada JPU untuk jujur dalam perkara ini. Nazaruddin kemudian menuding JPU tega telah melakukan rekayasa pada perkara ini. Sehingga menuntutnya hukuman selama tujuh tahun penjara.
Namun, ia yakin masyarakat tidak akan tertipu dengan tuntutan yang dibuat oleh JPU. "Publik tidak bisa dibohongi oleh rekayasa yang dibuat JPU," kata Nazaruddin.
Sebelumnya, JPU KPK, Senin (2/4), menuntut Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Mantan bendahara umum Partai Demokrat itu dituntut hukuman tujuh tahun penjara serta denda Rp 300 juta subsider enam bulan penjara.
"Meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor menyatakan terdakwa telah bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam Pasal 12 b UU/31/1999 sebagaimana diubah dalam UU/20/2001 Tentang Perubahan UU/31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Jaksa I Kadek Wiradana saat membacakan tuntutannya.
JPU KPK menilai, berdasarkan fakta persidangan, Nazaruddin terbukti selaku anggota DPR RI telah mengatur PT Duta Graha Indah (PT DGI) untuk mendapatkan proyek pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang.
Atas bantuan Nazaruddin memenangkan PT DGI itu, Nazaruddin mendapatkan fee 13 persen dari total keseluruhan biaya proyek sebesar Rp 191, 6 miliar atau senilai Rp 25 miliar. Namun, Nazaruddin baru menerima cek dari Direktur Marketing PT DGI, M Idris sebesar Rp 4,6 miliar dalam bentuk lima lembar cek.
Lima lembar cek itu sendiri, kemudian telah dicairkan oleh Wakil Direktur PT Permai Group, perusahaan milik Nazaruddin, Yulianis. Uang itu disimpan dalam sebuah brankas di kantor PT Permai Group, Warung Buncit Jakarta. "Dapat disimpulkan bahwa cek tersebut sudah dalam kuasa terdakwa (Nazaruddin)," kata Jaksa Anang Supriyatna.