Senin 02 Apr 2012 22:08 WIB

Demokrat Yakin Uji Materi Ditolak MK

Rep: EH Ismail/ Red: Chairul Akhmad
Petugas mengisikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi atau premium pada mobil mewah di sebuah stasiun pengisian BBM umum (SPBU) di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (2/4).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Petugas mengisikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi atau premium pada mobil mewah di sebuah stasiun pengisian BBM umum (SPBU) di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (2/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR-RI dari Fraksi Partai Demokrat, Heriyanto, yakin Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak upaya uji materi Pasal 7 ayat 6 a UU APBN Perubahan 2012 yang baru saja disahkan DPR.

Menurut Heriyanto, tidak ada yang salah dalam penambahan ayat tersebut. DPR justru mengembalikan hak konstitusional pemerintah atau presiden untuk menetapkan harga BBM.

“Saya mendapatkan masukan dari banyak konstituen saya, ayat 6 a itu sudah benar, karenanya kami yakin uji materi akan ditolak MK,” kata Heriyanto di gedung DPR, Jakarta, Senin (2/4).

Dia melanjutkan, asumsi para pengusung uji materi mengacu pada alasan tidak bisanya pemerintah menetapkan harga BBM berdasarkan harga internasional. Heriyanto menilai pandangan seperti itu didasari ketidakpahaman menghitung harga BBM.

Dalam setiap APBN, kata Heryanto, harga yang dituliskan adalah asumsi harga BBM. Asumsi dibuat karena ada semangat ketidakpastian di dalamnya, sehingga angka asumsi harus diubah kalau kondisi dan kenyataannya berbeda. Dengan tambahan ayat 6 a, kata Heriyanto, maka pemerintah diberikan ruang untuk mengoreksi asumsinya yang tidak bisa diberikan oleh ayat 6 di mana pemerintah tidak boleh mengubah hal itu.

“Kalau tidak mau diubah, pemerintah diwajibkan saja mematoknya dan tidak terpengaruh pada naik turunnya harga BBM. Pendapatan dan pengeluaran dari sektor itu juga dipatok saja,” jelasnya.

Dia melanjutkan, Pasal 7 ayat 6 a tidak serta merta memberi ruang pada pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi jika harga internasional naik.Dalam ayat 6 a tertulis pemerintah berhak menentukan harga kalau harga minyak standart ICP naik 15 persen dari asumsi APBN.

Harga rata-rata asumsi APBN kini 105 dolar AS. Artinya, pemerintah baru bisa menaikkan harga jika harga pasar 15 persen di atas itu atau mencapai 120,75 dolar AS selama 6 bulan berturut-turut. “Jika harga di bawah itu, misalnya 120 dolar AS, maka pemerintah tidak boleh menaikkan harga, meski itu sangat membebani APBN dan membuat negara mengalami defisit 15 dolar AS per barel,” kata Heriyanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement