Kamis 29 Mar 2012 21:55 WIB

ICW Adukan Mark-Up Subsidi BBM ke Fraksi PDIP

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Hazliansyah
Sebuah kendaraan sedang mengisi bensin di Pom Bensin, Pancoran, Jakarta Selatan (23/3). Masih banyak penguna mobil mewah mengisi bensin ber-subsidi pemerintah yang hanya untuk orang yang kurang mampu
Foto: TAHTA/REPUBLIKA
Sebuah kendaraan sedang mengisi bensin di Pom Bensin, Pancoran, Jakarta Selatan (23/3). Masih banyak penguna mobil mewah mengisi bensin ber-subsidi pemerintah yang hanya untuk orang yang kurang mampu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW)  menduga ada potensi mark-up dalam penghitungan subsidi BBM yang dilakukan pemerintah. ICW pun segera mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit hasil perumusan RUU APBN Perubahan 2012 yang dilakukan pemerintah dengan DPR.

‘’Harga BBM naik atau tidak, kami akan sampaikan ke KPK bahwa ada potensi korupsi,’’ kata Koordinator Program Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas kepada fraksi PDI Perjuangan di Gedung DPR, Kamis, (29/3).

Menurut Firdaus jika harga BBM premium dan solar tidak naik, dalam arti tetap di harga Rp 4.500 perliter, maka total beban subsidi BBM dan LPG hanya Rp 148 triliun. Ini berbeda dengan versi pemerintah yang menyebut jika BBM tidak naik maka, beban subsidi BBM bisa mencapai Rp 178 triliun.

Perbedaan hitungan itu, lanjutnya, menunjukkan indikasi mark up mencapai sekitar Rp 30 triliun. Padahal, berdasarkan asumsi pemerintah kalau BBM tidak naik subsidi BBM yang menggunakan dana APBN akan jebol sampai Rp 178 triliun.

‘’Tapi, jika dihitung secara cermat, beban subsidi hanya Rp 148 triliun. Jadi ada selisih lebih rendah Rp 30 triliun dari asumsi  pemerintah. Pertanyaannya dari mana masalah perbedaan ini muncul?,’’ kata Firdaus.

Karenanya, ia menilai metode perhitungan biaya subsidi BBM pemerintah tidak transparan. Pihaknya sendiri menggunakan metode perhitungan-perhitungan umum dan lazim digunakan dalam penghitungan harga BBM di Pertamina, BPH Migas, maupun Kementerian ESDM.

‘’Jika harga BBM dinaikkan, total beban subsidi Rp 68 triliun. Sedangkan menurut hitungan pemerintah Rp 111 triliun. Selisihnya hampir Rp 43 triliun. Kita menggunakan parameter asumsi yang sama, metode yang sama dengan pemerintah. Tetapi kenapa ada hasil perhitungannya bisa berbeda. Ini persoalan pada tidak transparan penghitungan,’’ kata Firdaus.

Mengenai dugaan ini, Firdaus 99 persen yakin data yang dimilikinya valid. Bahkan, telah melakukan penghitungan ulang terhadap data tersebut. Bahkan, ICW mengaku siap jika kemudian pemerintah melalui kementerian ESDM menantang pembuktian data tersebut.

Menanggapi hal ini, anggota Fraksi PDI Perjuangan Komisi VII, Ismayatun mengaku sependapat dengan hitungan ICW. ‘’Pemerintah mencoba menutupi kebohongan sekaligus untuk menutupi suatu keperluan. Kami merasakan penentuan ICP dari hulu ke hilir ada ketidakpastian dan menjadi  alasan pemerintah mengkambinghitamkan fluktuasi harga minyak,’’ jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement