REPUBLIKA.CO.ID, Di mana ada aksi demonstrasi di sanalah muncul pedagang. Bak jamur di musim penghujan, semakin besar aksi demonstrasi, semakin banyak pula pedagang yang mangkal.
Tradisi ini memang spontan tapi konsisten. Sekalipun aksi demonstrasi tidak berskala besar, pedagang "militan" ini pasti datang. Memang jumlahnya tidak banyak, lantaran disesuaikan dengan jumlah peserta demo. Sebagai contoh, kalau jumlah peserta aksi demo ratusan, maka pedagangnya bila dihitung ada 10 atau kurang. Tapi kalau skalanya besar, jumlahnya lebih banyak lagi.
Seperti aksi pada Kamis (29/3), jelang dua hari menuju kenaikan harga BBM, jumlah aksi demo terus meningkat. Momentum itu tentu menjadi kesempatan pedagang untuk mengais pendapatan. Tak heran beragam pedagang bermunculan, mulai dari tukang lontong hingga penjaja kacamata.
Ali misalnya, pedagang yang biasa mangkal ini menjaring untung besar selama aksi demo BBM berlangsung beberapa hari belakangan. Sebagai perbandingan saja, keuntungan dagang selama aksi demo dua kali lipat dari hari biasa yang tanpa demo. "Untung besar sih tidak, tapi keuntungan dua kali lipat lah," kata dia saat berbincang dengan republika.co.id.
Ucok, pedagang kacamata, mungkin tidak seberuntung Ali. Sebab, kacamata jarang dicari para aksi demonstran. "Yah, memang tidak sebagus penjual makanan atau minuman, minimal satu atau dua kacamata laku," kata dia yang membanderol harga kacamata mulai dari 20 ribu-50 ribu rupiah.
Bila melihat keberadaan pedagang dan lokasi demonstrasi, jalannya aksi tak ubahnya berada di sebuah lokasi pariwisata. Para pedagang ini cukup kreatif, dengan bermodalkan bekas karung beras yang digelar bak karpet lalu mereka menaruh dagangannya di bawah pohon yang rindang. Pembelinya pun menikmati suasana khas ala lokasi pariwisata. Jadi, lumayanlah ada sensasi tersendiri di balik aksi demonstrasi.