Rabu 28 Mar 2012 21:26 WIB

Mendagri: Sudah Disumpah, Kepala Daerah Harus Taat Sistem

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi dalam pertemuan dengan jajaran pemimpin redaksi media di kantor Kemendagri, Rabu (14/9) malam. Pertemuan tersebut membahas program KTP elektronik (e-KTP) yang menimbulkan kontroversi di masyarakat.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi dalam pertemuan dengan jajaran pemimpin redaksi media di kantor Kemendagri, Rabu (14/9) malam. Pertemuan tersebut membahas program KTP elektronik (e-KTP) yang menimbulkan kontroversi di masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, PANGKALPINANG - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melarang kepala daerah tingkat provinsi, kabupaten, dan kota, serta kepala kecamatan melakukan demo menolak kenaikan harga BBM karena menyalahi perundang-undangan.

"Kepala pemerintah daerah merupakan pelayan masyarakat yang harus mengayomi dan membimbing masyarakat untuk tidak melakukan demo menjurus aksi anarkis dan berlebih-lebihan," kata Gamawan Fauzi saat melakukan kunjungan kerja percepatan e-KTP di Pangkalpinang, Rabu.

Ia menjelaskan bahwa kepala pemerintahan, seperti gubernur, bupati, camat, dan aparatur pemerintahan lainnya harus mengerti peraturan dan etika dalam menjalankan roda pemerintahan.

Apabila melanggar, kata Mendagri, tentu mereka akan mendapat sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

"Kepala pemerintahan harus mampu menciptakan kondisi yang kondusif untuk meningkatkan percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.

Menurut dia, kepala daerah memang dari berbagai partai, tetapi jika sudah disumpah menjadi kepala daerah, mereka harus taat pada sistem pemerintahan. "Silakan saja seorang pejabat pemerintahan menyampaikan aspirasinya, tetapi harus melalui jalur yang benar dengan tidak mengunakan atribut pemerintahan, seperti melalui partai politik dengan prosedur yang sesuai dengan aturan.

"Kepala daerah tersebut `kan sudah disumpah, maka harus tunduk dengan pemerintahan. Apa jadinya apabila kebijakan Presiden atau pemerintah pusat ditolak gubernur, wali kota, bupati, dan camat," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement