Rabu 28 Mar 2012 15:44 WIB

PPP Enggan Komentari Sikap PKS

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Hazliansyah
Ketua Umum PPP Suryadarma Ali
Foto: Republika
Ketua Umum PPP Suryadarma Ali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suryadharma Ali mengaku enggan mengomentari sikap penolakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terhadap rencana pemerintah untuk menaikan harga BBM. Ia menilai, itu sepenuhnya menjadi hak PKS.

"Sikap itu adalah hak PKS. Silakan PKS menentukan sikapnya yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah. PPP tidak pantas untuk mengomentari dan mencampuri itu," katanya di gedung DPR, Jakarta, Rabu (28/3). Ia pun tidak mau berkomentar mengenai keberadaan PKS di koalisi. "Itu sekali lagi hak PKS," ujarnya.

Untuk PPP, jelasnya, sikap yang disampaikan tetap sama. Partai ini berpandangan bahwa tidak ada maksud pemimpin bangsa untuk menyengsarakan rakyatnya. Seluruh pemimpin bangsa diyakininya pasti ingin melakukan perbaikan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Termasuk menegakkan hukum dan memberantas korupsi.

Hanya saja, keinginan itu tidak semudah membalik telapak tangan. Suryadharma pun meminta semua pihak untuk memberikan dukungan kepada pemerintah, termasuk kebijakannya. "Menaikkan BBM bukan bermaksud tidak pro-rakyat, bukan bermaksud tidak memperhatikan rakyat miskin. Ada kebijakan-kebijakan yang sangat pahit dan tidak popular. Tapi kebijakan itu perlu diambil meski sangat terpaksa diambil. Termasuk juga kenaikan BBM," papar Menteri Agama tersebut.

Ia pun menegaskan sikap PPP yang tetap memilih opsi pertama. Yaitu, setuju kenaikan BBM dan subsidi sebesar Rp 225 triliun dengan catatan ada penyesuaian pada pasal 7 ayat 6 UU APBN.

Menurutnya, pertimbangan ini diambil karena Indonesia merupakan negara importir yang menjual BBM paling murah dibanding negara lain. Antara lain, Inggris yang menjual BBM sebesar Rp 19.872 per liter, Australia Rp 19.200 per liter, Kanada Rp 11.500 per liter, Jepang Rp 9.992 per liter, Amerika Rp 8.700 per liter, Singapura Rp 11.566 per liter, Thailand Rp 8.777 per liter, dan Vietnam Rp 7759 liter.

"Ini yang disebut adanya disparitas harga yang tinggi antara harga Indonesia dengan harga internasional. Akibatnya selain dinikmati subsidi oleh orang kaya Indonesia, juga turut diminati oleh para penyelundup. Ada spekulan yang bermain. Nikmat sekali ini untuk Indonesia," papar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement