REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Setelah diizinkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta selama beberapa hari dirawat di rumah sakit, terdakwa perkara suap wisma atlet M Nazaruddin, Rabu (28/3), dijadwalkan kembali mengikuti proses persidangan.
Persidangan diagendakan dengan pemeriksaan Nazaruddin sebagai terdakwa. "Beliau (Nazaruddin) taat hukum ingin perkara ini cepat selesai. Insya Allah Pak Nazar sehat dan siap mengikuti persidangan pagi ini," kata kuasa hukum Nazaruddin, Junimart Girsang melalui pesan singkatnya, Rabu (28/3) pagi.
Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memberi izin kepada Nazaruddin untuk menjalani rawat inap selama seminggu. Perawatan itu terhitung sejak Senin (19/3) di Rumah Sakit Polri, Kramatjati, Jakarta Timur.
Supaya tidak mengganggu proses persidangannya, penahanan Nazaruddin akan dibantarkan. Artinya, masa perawatan Nazaruddin di rumah sakit tidak akan mengurangi masa tahanannya.
Penetapan pengadilan ini diputuskan dengan mempertimbangkan hasil pemeriksaan dokter, permohonan tim kuasa hukum, dan pengamatan hakim. Menurut dokter KPK, Yohanes Hutabarat, Nazaruddin mengalami sakit sedang-berat.
Nazaruddin didakwa menerima suap dari proyek pembangunan wisma atlet SEA Games di Jakabaring,Palembang, Sumatera Selatan. Jaksa Penuntut Umum dari KPK menyebutkan Nazaruddin menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar dari Marketing Manager PT Duta Graha Indah (DGI), M El Idris.
Suap tersebut, menurut jaksa, merupakan success fee guna memenangkan PT DGI atas proyek wisma atlet SEA Games 2011 yang menyerap APBN sebesar Rp191 miliar lebih. Hal ini yang ,menurut jaksa, bertentangan dengan kewenangan yang dimiliki terdakwa selaku anggota DPR.
Dalam surat dakwaan itu, jaksa juga menyebutkan bahwa di awal 2010 ,terdakwa memperkenalkan Mindo Rosalina Manulang ketika itu menjabat sebagai Direktur Pemasaran PT Anak Negeri, kepada anggota Komisi X DPR Fraksi Partai Demokrat Angelina Sondakh.
Tujuan perkenalan tersebut, menurut jaksa, agar Angelina Sondakh dapat memfasilitasi Rosa memperoleh proyek wisma atlet Jakabaring yang menjadi proyek dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kempora).
Success fee tersebut yang diperoleh Nazaruddin dan disebutkan jaksa sebagai suap berupa cek yang diberikan melalui staf keuangan Grup Permai yakni Yulianis dan Oktarina Furi.
Atas perbuatannya tersebut jaksa mendakwa mantan anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat ini dengan Pasal 12 huruf b Undang-Undang (UU) Pemberantasan Korupsi, dakwaan kedua Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar.