REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Sekitar 150 naskah kuna milik kesultanan Cirebon saat ini kondisinya memprihatinkan. Keraton Kasepuhan pun sedang mengupayakan proses digitalisasi naskah-naskah itu untuk melestarikannya. ‘’(Naskah kuno) kondisinya sekarang hampir rusak, harus segera diamankan,’’ tegas Sultan Sepuh VIX, PRA Arief Natadiningrat, di sela acara Silaturahmi Nasional (Silatnas) Alumni Gontor di Keraton Kasepuhan Cirebon, Ahad (25/3).
Menurut Arief, naskah-naskah tersebut bertuliskan huruf Arab Pegon dan berbahasa Cirebon. Dia menyebutkan, naskah itu berisi tentang sejarah, baik sejarah Cirebon maupun sejarah nasional, tafsir-tafsir Alquran, obat-obatan, maupun berbagai macam pengetahuan lainnya.
Arief mengungkapkan, seluruh naskah itu berasal dari masa Sunan Gunung Jati maupun para penerusnya. Karenanya, jika seluruh naskah tersebut bisa didigitalisasi dan diterjemahkan, maka bisa menjadi cara mengembangkan syiar Islam kepada masyarakat. ‘’Kalau tidak dipublikasikan, maka naskah kuno itu hanya akan tersimpan (di kamar pusaka keraton) dan menjadi benda cagar budaya,’’ kata Arief.
Salah seorang staf sultan, Ahmad Jazuli, menambahkan, naskah kuno yang saat ini masih tersimpan merupakan sisa naskah yang masih bisa diselamatkan. Dia mengatakan, sebenarnya masih banyak naskah kuna lainnya yang kini telah hilang.
Untuk merawat seluruh naskah tersebut, lanjut Jazuli, pihak keraton hanya dapat melakukannya secara tradisional. Seperti misalnya, mengatur suhu untuk menghindari penjamuran. Namun, perawatan tersebut tetap tak mampu menjaga kualitas naskah secara optimal.
Jazuli mengungkapkan, sepengetahuannya, pihak keraton sudah meminta Pemerintah Pusat maupun Pemprov Jabar untuk membantu upaya digitalisasi naskah kuna. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjutnya. ‘’Yang paling dibutuhkan (dalam upaya digitalisasi) adalah dana dan teknologi,’’ tutur Jazuli.