REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan audit dalam rencana pembelian enam unit Sukhoi Su-30MK2. Hal itu sebagai tindak lanjut permintaan Presiden SBY dalam kunjungannya ke Beijing, Cina, Sabtu (24/3), yang meminta pengusutan pembelian Sukhoi dilakukan juga terhadap pembelian Sukhoi sebelum 2004, di masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri.
“Silakan saja KPK mengusutnya. Tapi, ini masih dalam perencanaan kontrak dan belum membeli Sukhoi,” kata Mahfudz saat dihubungi, Sabtu (24/3).
Menurut Mahfudz, memang rencana pembelian Sukhoi dimulai pada era Megawati. Penguasa saat itu, kata dia, memiliki rencana untuk membentuk satu skuadron atau setingkat 16 pesawat Sukhoi. Karena itu, pihaknya bisa memahami mengapa SBY meminta pengusutan tidak dilakukan hanya dalam kontrak sekarang, melainkan sejak era pemerintahan sebelum SBY menjabat presiden.
“Pengadaan Sukhoi ini, realiasasi program lanjutan pemerintahan sebelumnya. KPK bisa menelusurinya juga,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Mahfudz mengingatkan, untuk pengadaan enam unit Sukhoi yang menurut beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) harganya digelembungkan itu masih dalam tahap penganggaran. Atas dasar itu, Mahdufz menyatakan pemerintah belum mengeluarkan dana sama sekali.
Versi LSM, harga jual dari Rosoboronexport 60 juta dolar AS per unit, dan oleh Kementerian Pertahanan dianggarkan 83 juta dolar AS per unit. Sehingga ada selisih sebanyak 78 juta dolar AS (sekitar Rp 741 miliar) untuk enam unit Sukhoi. Karena itu, dalam audiensi dengan Menteri Pertahanan dan Panglima TNI pada Senin (26/3), pihaknya bakal meminta klarifikasi secara lengkap terkait rencana pembelian Sukhoi dari Rosoboronexport.
“Kita klarifikasi. Kalau ada harga perbedaan kontrak kita luruskan,” kata Mahfudz.